082311771819 yppm.maluku@gmail.com
Diskusi Strategi dan Kebijakan Prioritas Daerah

Diskusi Strategi dan Kebijakan Prioritas Daerah

Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku menyelenggarakan kegiatan “Diskusi Strategi dan Kebijakan Prioritas Daerah”. Pada hari Sabtu, 18 Januari 2025 bertempat di Media Cafe Ambon Ekspres Kota Ambon.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber , perwakilan dari Bappeda Kota Ambon dan Vivi Marantika selaku seorang aktivis perempuan Maluku. Dialog dipandu oleh Iftin Yuninda. Peserta dalam kegiatan ini merupakan perwakilan Jurnalis, Akademisi OKP dan NGO yang ada di kota Ambon.

Tujuan dari kegiatan ini untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam mengawal kebijakan kepala daerah, membahas program kerja pemerintah yang relevan dengan kebutuhan kelompok rentan dan memastikan komitmen pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan yang mengakomodir kepentingan kelompok rentan dalam pengarustamaan inklusivitas.

Talkshow Kandidat Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Ambon

Talkshow Kandidat Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Ambon

Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku menyelenggarakan kegiatan Talkshow Kandidat Walikota dan Wakil Walikota Ambon dengan sorotan tema “Cerdas Memilih : Menggali Perspektif dan Komitmen Untuk Ambon yang Lebih Baik”. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari kamis, 14 November 2024 bertempat di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pattimura.

Kegiatan dibuka oleh Dr. Wahab Tuanaya, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam sambutannya beliau menyampaikan terima kasih kepada YPPM Maluku karena sudah sering berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan beliau berharap dengan adanya kegiatan ini masyarakat khususnya mahasiswa dapat lebih dekat dan lebih memahami visi dan misi dari masing-masing kandidat bakal calon walikota dan wakil walikota Ambon kedepannya.

Hadir dalam kegiatan ini calon kandidat nomor urut 2, Drs. Bodewin M. Wattimena, M.Si. dan pasangan calon kandidat nomor urut 4, Jantje Wenno, S.H. dan Drs. Syarif Bakri Asyathri. Peserta pada kegiatan ini berasal dari komunitas masyarakat sipil, OKP, organisasi keagamaan, organisasi penyandang disabilitas, akademisi, dan jurnalis di Kota Ambon.

Tujuan dari kegiatan ini untuk memperluas narasi positif dalam rangka mewujudkan pilkada yang demokratis dan menggali lebih dalam terkait visi, misi serta program kerja kandidat Walikota dan Wakil Walikota Ambon. Serta Memberikan informasi kepada masyarakat sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.

Penulis : Ode Dermansya

LAWAN POLITIK TRANSAKSIONAL MENJELANG PEMILUKADA 2024: DISKUSI, REFLEKSI DAN KONSOLIDASI

LAWAN POLITIK TRANSAKSIONAL MENJELANG PEMILUKADA 2024: DISKUSI, REFLEKSI DAN KONSOLIDASI

Kamis, 12 September 2024, Alumni Indonesia Memanggil Anti Corruption Academy (IM ACA) Batch II Kluster Akademisi bersama IM 57+ Institute berkolaborasi dengan Yayasan LKiS dan YPPM Maluku menyelenggarakan sebuah diskusi nasional yang bertajuk “Memerangi Korupsi Politik Transaksional Menjelang Pilkada 2024.” Acara yang diadakan secara daring via Zoom Meeting ini mengangkat refleksi dari tiga wilayah, yakni Papua, Maluku, dan Yogyakarta, dalam menghadapi tantangan korupsi politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Diskusi ini dimoderatori oleh Tri Noviana dari Yayasan LKiS, yang juga berfungsi sebagai platform untuk memperkuat kesadaran publik terhadap bahaya korupsi dalam proses demokrasi, khususnya dalam politik transaksional yang kerap kali terjadi di Indonesia.

Para pembicara dalam diskusi ini adalah para ahli dari berbagai daerah dan institusi, yang memberikan pandangan mereka mengenai tantangan yang dihadapi oleh sistem demokrasi kita saat ini. Naam Seknun dari YPPM Maluku menyoroti situasi di Maluku, di mana politik transaksional kerap menargetkan kelompok minoritas, termasuk kaum disabilitas, yang sering dijadikan objek untuk kepentingan politik. Naam menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan konsolidasi dan pengawasan ketat terhadap para pejabat publik di Maluku yang diduga terlibat dalam praktik politik transaksional. Di Ambon, beberapa pejabat pemerintahan daerah bahkan sudah mulai menjadi sorotan karena praktik semacam ini.
Selanjutnya, Elias H. Thesia dari Universitas Cendrawasih menjelaskan situasi di Papua, di mana pada Pilkada sebelumnya masih banyak sengketa yang berujung pada aduan ke Mahkamah Konstitusi. Ia mengulas mengenai sistem noken yang digunakan dalam pemilu di Jayapura, serta berbagai pelanggaran yang terjadi pada tahap pencalonan hingga kampanye. Menurut Elias, manipulasi daftar pemilih, keterlibatan langsung penyelenggara pemilu dalam kampanye, hingga politik uang menjadi masalah serius yang perlu diatasi.
Sementara itu, Ade Surya dari LKiS membahas kasus korupsi yang menjerat pejabat di Yogyakarta. Ia mengungkapkan bahwa pada periode 2017-2022, Wali Kota Yogyakarta terlibat dalam kasus korupsi yang akhirnya berujung pada hukuman penjara dan pencabutan hak politiknya. Lebih lanjut, Ade juga mengungkap adanya dugaan politik partisan oleh pejabat Yogyakarta yang saat ini menjabat dan tengah mengincar jabatan walikota pada Pilkada 2024 mendatang. Menurutnya, masyarakat sipil di Yogyakarta perlu terus mengawal proses ini karena dampak korupsi politik merusak kepercayaan publik, mengganggu pembangunan, dan memperburuk ketidakadilan sosial.

Egi Primayoga dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menutup diskusi dengan menjelaskan berbagai bentuk korupsi pemilu, mulai dari politik uang hingga manipulasi dana kampanye. Ia menyoroti bahwa praktik politik uang sudah menjadi hal biasa di Indonesia, dan sering kali terjadi dalam bentuk-bentuk transaksi antara kandidat dengan pemilih. Menurut Egi, meskipun ada laporan dana kampanye yang diwajibkan oleh KPU, sering kali laporan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, dan ini menjadi salah satu bentuk lain dari kecurangan politik.
Sedangkan Zaenur Rohman dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT UGM) menyoroti maraknya politik transaksional di Indonesia. Ia menegaskan bahwa motivasi utama para aktor politik melakukan transaksi adalah untuk keuntungan pribadi dan kelompok, dan fenomena ini sangat merugikan masyarakat. Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak hanya menyalahkan warga yang terlibat, melainkan mendidik mereka agar berpikir kritis dan tidak terjebak dalam politik transaksional.

Diskusi ini memberikan wawasan mendalam tentang ancaman yang ditimbulkan oleh politik transaksional terhadap demokrasi di Indonesia, khususnya menjelang Pilkada 2024. Para peserta dan narasumber sepakat bahwa untuk memerangi korupsi, masyarakat perlu lebih kritis, terlibat aktif dalam pengawasan pemilu, dan mendorong penyelenggara pemilu untuk menjaga integritas serta tidak terlibat dalam politik transaksional.

Panggung Demokrasi YPPM : Talkshow, Teater, dan Puisi Menuju Pilkada 2024

Panggung Demokrasi YPPM : Talkshow, Teater, dan Puisi Menuju Pilkada 2024

Pilkada serentak yang akan digelar pada 27 November 2024, Indonesia tengah bersiap menyambut pesta demokrasi terbesar di tingkat daerah. Di tengah proses yang krusial ini, partisipasi aktif generasi muda menjadi salah satu elemen penting dalam menjaga integritas pemilu. Dibutuhkan suara dan aksi kritis dari anak muda untuk memastikan Pilkada berjalan dengan adil, transparan, dan jauh dari praktik-praktik yang merusak demokrasi, seperti politik uang dan politisasi SARA.

Sebagai bagian dari upaya ini, Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku menggelar acara seni bertajuk “Orang Muda Kawal Pilkada 2024, Lawan Politik Uang dan Politisasi SARA”. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, 24 Agustus 2024, di Lapangan Merdeka, Kota Ambon. Acara ini berbeda dari kegiatan-kegiatan YPPM sebelumnya, dengan rangkaian kegiatan yang mencakup talkshow, pembacaan puisi, stand-up comedy, dan pertunjukan teatrikal yang semua terkait dengan tema demokrasi.

Program Manager YPPM Maluku, Naam Seknun, membuka acara dengan harapan bahwa partisipasi anak muda menjelang Pilkada 2024 dapat lebih kritis. Ia menekankan pentingnya peran generasi muda untuk mengawal proses pemilu agar bebas dari politik uang dan politisasi SARA. “Anak muda harus berdiri di garda depan dalam menjaga demokrasi,” ujar Naam.

Talkshow yang dipandu oleh Wulan Reasoa dan Ode Darmansyah menghadirkan Said Lestaluhu, S.Sos., M.Si., seorang akademisi dari Universitas Pattimura Ambon, serta Wawan Kurniawan, Komisioner KPU Provinsi Maluku. Para narasumber berbagi perspektif dan membahas langkah-langkah strategis dalam mengawal Pilkada 2024, dengan fokus utama pada upaya pencegahan praktik politik uang dan politisasi SARA.

Saat sesi tanya jawab, Wawan Kurniawan menyoroti tantangan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di dunia politik. Menurutnya, banyak perempuan aktivis yang enggan terjun ke politik, meski berbagai kesempatan sudah terbuka melalui penyelenggara pemilu dan partai politik.

Setelah sesi talkshow, acara berlanjut dengan pembacaan puisi bertema demokrasi oleh Komunitas Literasi. Fitrie El Alifa juga tampil dengan segar melalui stand-up comedy, membawakan tema politik dengan sudut pandang humor. Penonton juga disuguhkan drama teatrikal bertajuk “Demokrasi” yang dimainkan oleh Komunitas Kawan Berfikir, yang berhasil memancing emosi serta kesadaran tentang pentingnya menjaga proses demokrasi.

Sebagai puncak acara, semua peserta, termasuk para pembicara, terlibat dalam deklarasi komitmen bersama untuk mengawal Pilkada 2024 agar bebas dari politik uang dan politisasi SARA. Deklarasi ini menekankan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan kebersamaan dalam mewujudkan proses demokrasi yang bersih.

Naam Seknun kembali menutup acara dengan mengajak generasi muda untuk terlibat tidak hanya di ruang-ruang diskusi, tetapi juga di arena seni. “Kesenian adalah cara lain untuk menguatkan partisipasi anak muda dalam Pilkada. Program Democratic Resilience ini memadukan seni dan politik untuk mendorong keterlibatan yang lebih dalam,” pungkas Naam. (ZNG)

Drama Teatrikal Demokrasi oleh Komunitas Kawan Berfikir

Penerbit : zonamaluku.com

Penulis : Zizing

YPPM Maluku Selenggarakan Diskusi Jelang Pilkada 2024 di Kota Ambon

YPPM Maluku Selenggarakan Diskusi Jelang Pilkada 2024 di Kota Ambon

Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku menyelenggarakan kegiatan “Diskusi Jelang Pilkada : Memberantas Politik Uang dan Politisasi SARA di Kota Ambon”. Pada hari Sabtu, 24 Agustus 2024 bertempat di Patung Pattimura Lapangan Merdeka, Ambon. Acara ini menghadirkan narasumber seorang akademisi Said Lestaluhu, S.Sos.,M.Si dari Universitas Pattimura dan Komisioner KPU Wawan Kurniawan.

Acara ini juga menampilkan suguhan seni puisi dan drama teatrikal yang dibawakan oleh teman-teman komunitas Kawan Berpikir.

Tujuan dari acara ini adalah untuk menyebarluaskan pemahaman masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya politik uang, mencegah maraknya praktik politik uang jelang pilkada serentak 2024 dan mengantisipasi permainan isu SARA dan politik identitas dalam pemilihan kepala daerah.

Dalam acara ini juga mendeklarasi Tolak Politik Uang, Politisasi SARA dan Politik identitas “Kami berkomitmen melawan segala bentuk politik uang, politisasi SARA, dan politik identitas dalam pilkada serentak 2024 dan sepakat mewujudkan pilkada yang bersih dan damai!” Demokrasi Harga Mati!

Penulis : Ode Dermansya

YPPM Maluku Dorong Kolaborasi Media dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024

YPPM Maluku Dorong Kolaborasi Media dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024

Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku kembali menggelar diskusi bertajuk “Peran Media Mengawal Pilkada 2024” pada Jumat, 16 Agustus 2024, bertempat di Carita Caffe, Ambon. Diskusi ini diadakan sehari sebelum peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79, dengan harapan bahwa semangat kemerdekaan dapat menginspirasi pengawasan Pilkada yang lebih efektif dan inklusif.

Diskusi kali ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Melkianus Watutamata, Staf Divisi Hukum dan Pencegahan Bawaslu Kota Ambon, dan Tajudin Buano, jurnalis dari Ambon Express. Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah jurnalis Kota Ambon, termasuk Pimpinan Redaksi Media Siwalima, jurnalis perempuan TVRI Maluku, dan wartawan Antara News. Perwakilan organisasi pemuda seperti OKP Cipayung serta Koalisi Milenial Inklusif Maluku juga turut hadir.

Dalam diskusi, Melkianus Watutamata menjelaskan bahwa Bawaslu Kota Ambon telah mulai membangun kerja sama dengan media untuk meningkatkan pengawasan Pilkada 2024. “Peran media sangat krusial dalam memastikan proses Pilkada berjalan sesuai aturan,” ujar Melkianus. Namun, ia mengakui bahwa kerja sama tersebut belum maksimal karena terkendala anggaran.

Tajudin Buano dari Ambon Express menanggapi dengan kritik terhadap kurangnya transparansi Bawaslu Kota Ambon dalam memberikan akses informasi kepada media. Menurutnya, Bawaslu Provinsi Maluku telah membuka lebih banyak ruang kerja sama dengan media, bahkan sudah memiliki grup WhatsApp khusus dengan jurnalis. Ia berharap Bawaslu Kota Ambon bisa mempercepat kolaborasi serupa dengan media lokal.

Pimpinan Redaksi Media Siwalima yang turut hadir dalam diskusi, meminta agar Bawaslu Kota Ambon lebih terbuka dalam memberikan akses informasi kepada media. Ia menekankan bahwa keterbukaan informasi akan membantu media dalam menyampaikan berita yang akurat dan edukatif kepada masyarakat terkait proses Pilkada.

Jurnalis perempuan dari TVRI Maluku juga berharap agar setelah diskusi ini, Bawaslu Kota Ambon bisa membentuk grup WhatsApp khusus dengan jurnalis yang hadir, untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi terkait peliputan Pilkada. Hal ini dinilai penting untuk menjaga kelancaran distribusi informasi selama tahapan Pilkada berlangsung.

Diskusi juga diwarnai oleh aspirasi dari komunitas inklusif. Abdul Haris Sualio, Ketua Persatuan Tunanetra (Pertuni) Kota Ambon, meminta agar pada saat pencoblosan nanti disediakan tulisan Braille untuk memudahkan penyandang tunanetra. Ia menekankan pentingnya aksesibilitas bagi pemilih disabilitas agar dapat berpartisipasi secara setara dalam Pilkada 2024. Gibert Reawaruw dari Koalisi Milenial Inklusif Maluku juga menegaskan perlunya pengawalan media terhadap isu-isu aksesibilitas bagi penyandang disabilitas selama proses Pilkada.

Tajudin Buano menutup diskusi dengan menyatakan bahwa media siap mengawal kepentingan kelompok disabilitas dalam pemberitaan Pilkada. “Kami sebagai jurnalis akan terus mengawal aksesibilitas bagi teman-teman disabilitas. Ini adalah tanggung jawab moral kami sebagai pengawal demokrasi,” tegas Tajudin.

Melkianus Watutamata dalam pernyataan penutupnya berjanji akan menyampaikan seluruh masukan yang diberikan dalam diskusi ini kepada pihak Bawaslu Kota Ambon. Ia juga menyampaikan harapannya agar YPPM Maluku dapat menjadi perantara dalam membangun kolaborasi yang lebih erat antara Bawaslu, media, dan organisasi masyarakat sipil. “Kami terbuka untuk kritik, asalkan kritik tersebut membangun. Kami berharap kerja sama ini bisa lebih baik ke depannya,” tutup Melkianus. (ZNG)

 

Penerbit / Penulis : zonamaluku.com / Zizing

https://zonamaluku.com/article_read/yppm-maluku-dorong-kolaborasi-media-dan-bawaslu-je1724002507

 

 

Menuju Inklusi : Tantangan Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas Netra yang Masih Tertinggal di Kota Ambon

Menuju Inklusi : Tantangan Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas Netra yang Masih Tertinggal di Kota Ambon

Pendidikan untuk disabilitas netra masih menjadi pekerjaan rumah yang harus digarap serius oleh Pemerintah Kota Ambon, Provinsi Maluku. Tak sedikit, netra yang ada di Kota Ambon kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang setara.

Seperti yang dialami oleh Sarah (32) yang memiliki masalah penglihatan sejak duduk di kelas 2 di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kota Ambon.

Dengan kondisi kesulitan melihat, Sarah yang kala itu berusia 14 tahun tak diizinkan untuk mengikuti ujian kelulusan saat duduk di bangku kelas 3.

Pihak sekolah beralasan tidak ada fasilitas untuk Sarah yang netra. Selain itu sekolah juga menyebut guru-guru yang ada tak memiliki kemampuan untuk mengajar netra seperti Sarah.

Sarah bercerita kala itu keluarganya terus mengupayakan agar ia bisa ikut ujian dan lulus dari bangku SMP.
Namun usaha tersebut gagal dan Sarah pun tak lulus SMP.

“Kami ingin dihargai dan diperlakukan sama seperti teman-teman kami yang lain,” kata Sarah saat ditemui Kamis (4/4/2024).
“Kami juga ingin memiliki akses yang sama untuk belajar dan berkembang, tanpa harus terhalang oleh ketidakmampuan orang lain untuk memahami kebutuhan kami, kami mau diberikan kesempatan yang sama dengan siswa yang lain (non disabilitas) dalam menerima pendidikan,” tambah Sarah.

Kisah serupa juga dialami oleh LIN (23), (bukan nama sebenarnya) seorang netra yang ada di Kota Ambon.
LIN mengakui perjalanannya menempuh pendidikan formal sangat rumit. LIN menempuh pendidikan sekolah dasarnya di salah satu SLB swasta yang ada di Kota Ambon.

Setelah lulus dari pendidikan dasar, ia pun melanjutkan ke tingkat menengah pertama. Namun sayangnya, ia harus berhenti sekolah karena sekolahnya menyatakan bahwa LIN tak memiliki ijazah sekolah dasar.

“SD dan SMP saya itu satu lembaga. Saya sudah kelas 2 SMP, tapi belum mendapatkan ijazah SD. Saya terus menanyakan ijazah SD itu dan tiba-tiba pihak sekolah menyatakan saya tak memiliki ijazah. Sempat kebingungan, tapi itu yang terjadi. Akhirnya saya berhenti sekolah,” kata Lin.

LIN yang putus sekolah tak berhenti belajar. Ia kemudian membuat saluran akun YouTube dan mengekspresikan dirinya melalui musik.

Ia pun menciptakan lagu dan mengunggahnya di saluran YouTube. Ia mengakui, respon positif dari penontonnya memberi energi dan semangat baru baginya untuk terus berkarya.

Tak hanya fokus di YouTube, LIN juga aktif mengikuti kegiatan organisasi untuk netra.
“Saya bertemu dengan orang-orang yang memiliki pengalaman dan perjuangan hidup serupa. Akhirnya kami saling mendukung, tukar pengalaman dan membangun komunitas yang kuat,” kata dia.

LIN mengaku, saat di bangku sekolah, ia dan teman-temannya sesama netra sering kali menghadapi tantangan seperti kurangnya buku teks yang diadaptasi, aksesibilitas fasilitas fisik yang buruk, dan kurangnya dukungan pendampingan yang memadai.

Masalah tersebut menjadi hambatan besar dalam perjalanan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan rekan-rekan sebaya mereka.

Sementara itu Kepala Bidang Dikdas Dinas Pendidikan Kota Ambon, Dantje Damaling, mengakui bahwa masalah pendidikan bagi disabilitas netra masih menjadi tantangan nyata.

“Kami menyadari masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan bagi siswa netra di Ambon,” ujar dia Kamis (4/4/2024).

Menurut Damaling, salah satu hambatan utama adalah kurangnya anggaran yang dialokasikan khusus untuk pembangunan infrastruktur pendidikan inklusif.

“Kami berusaha mengatasi hal ini dengan menggunakan anggaran yang tersedia secara maksimal, namun tentu saja masih jauh dari cukup,” tambah dia.

Langkah utama yang telah diambil oleh Dinas Pendidikan Kota Ambon adalah peningkatan kesadaran melalui program-program pendidikan dan sosialisasi di sekolah-sekolah.

“Kami juga mendorong penggunaan materi ajar yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya,” jelas Damaling.
Tidak hanya itu, Dinas Pendidikan Kota Ambon juga berupaya memperluas fasilitas fisik yang ramah disabilitas di sekolah-sekolah.

“Kami terus melakukan peningkatan infrastruktur untuk membuat lingkungan belajar lebih inklusif bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas netra,” tambah Damaling.

Namun, dia juga mengakui bahwa masih banyak yang harus dilakukan.
“Kami menyadari bahwa ini adalah perjalanan panjang dan butuh komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menciptakan pendidikan yang benar-benar inklusif,” ujar dia.

Sementara itu, aktivis hak disabilitas netra Kota Ambon, Haris Suilo (36) menyambut baik upaya pemerintah. Namun ia mengatakan bahwa langkah-langkah konkret harus segera diambil.

“Kami menghargai langkah-langkah yang sudah dilakukan, tetapi kami juga meminta pemerintah untuk lebih aktif dalam memperhatikan kebutuhan khusus kami,” ujar dia.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat dan penjual pulsa itu mengatakan sejumlah inisiatif telah diluncurkan oleh pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan individu untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas netra.

Dari pelatihan guru tentang pendekatan inklusif hingga pembangunan fasilitas yang lebih ramah disabilitas, Menurutnya langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa masih kemungkinan kabar baik untuk difabel netra.

Namun dengan pengalaman pribadinya dan interaksi dengan sesama penyandang disabilitas, dia menjadi lebih sadar akan tantangan yang dihadapi oleh mereka sehari-hari.

“Dengan terus memperjuangkan hak-hak pendidikan yang setara bagi semua anak, termasuk mereka dengan disabilitas netra, kita dapat memastikan bahwa tak seorang pun yang tertinggal dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih cerah. Kesetaraan dalam akses pendidikan bukanlah pilihan, tetapi merupakan hak asasi yang harus diperjuangkan bersama-sama,” kata dia.

 Penulis : Giberth Keneth Petrus Reawaruw

Hukum Adat Kei untuk Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Hukum Adat Kei untuk Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Masyarakat dari Kepulauan Kei, Provinsi Maluku, memiliki aturan yang secara khusus mengatur soal kekerasan seksual. Aturan tersebut berada di bawah payung Hukum Adat Larvul Ngabal. Larvul Ngabal bukan sekadar seperangkat aturan, melainkan cerminan dari nilai-nilai keadilan dan kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun.

Hukum Larvul Ngabal adalah sistem hukum adat tradisional yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari hak asasi manusia (HAM), pernikahan, serta kepemilikan dan penyelesaian konflik. Aturannya dibuat berdasarkan nilai-nilai, norma, dan tradisi lokal yang telah turun-temurun.

Hukum Adat Larvul Ngabal terdiri dari tiga hukum dan tujuh pasal. Setiap pasal memiliki sanksinya sendiri. Hukum pertama bernama hukum Nev-Nev yang terdiri dari empat pasal dan mengatur soal tata kehidupan. Hukum kedua bernama Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan. Hukum ketiga bernama Hukum Hawear Balwirin (Hak dan Kewajiban) yang memiliki 1 pasal.

Kekerasan seksual diatur dalam Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan, khususnya pasal 5 dan 6. Pasal 5, disebut dengan Rek Fo Kelmutun, mengatur soal sekat atau batasan pergaulan, termasuk pentingnya menjaga batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat Kei.

Secara filosofis, hukum ini menekankan pentingnya menjaga kesucian dan kerahasian dalam hubungan suci antara suami dan istri. Pasal ini juga memperingatkan tentang bahaya pergaulan bebas tidak bertanggung jawab, yang diyakini dapat menimbulkan masalah dan konflik.

Selanjutnya, Pasal 6, Morjain Fo Mahiling, mengatur soal pentingnya untuk menjaga martabat perempuan dan keutuhan rumah tangga dalam budaya Kei. Meskipun perempuan dianggap berharga, mereka menghadapi tantangan dalam menjaga tradisi di tengah pengaruh budaya luar. Pasal 6 juga mengatur laki-laki untuk melindungi perempuan dan menahan diri agar tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, Pasal 6 juga menjelaskan soal pentingnya bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki, tetapi tetap perlu untuk mempertahankan nilai-nilai adat.

Masyarakat Kei menggunakan dua pasal di atas sebagai landasan dalam menangani kasus kekerasan seksual. Hukum Adat Larvul Ngabal juga menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan seksual, termasuk Sis Af (membisik, memanggil, dan bersiul), Kifuk Matko (bermain mata), dan Kis Kafir (mencubit atau menyentuh). Kemudian ada A Lebak (memeluk), Val Siran Baraun (membuka pakaian secara paksa atau menelanjangi), dan Morvuan Fo Ivun (menghamili di luar pernikahan).

Setiap pelanggaran memiliki sanksi moral dan denda adat. Sanksi moral biasanya berupa Sib Surak atau nasehat yang disampaikan dalam sidang adat. Denda adat biasanya berbentuk mulai dari pemberian barang adat, emas adat, hingga uang tunai dari pelaku kepada korban sesuai dengan keputusan sidang adat.

Peran Pemangku Adat

Perangkat adat memiliki peran kunci dan penting dalam mengimplementasikan dan menerapkan hukum adat, termasuk isi dari Hukum Adat Larvul Ngabal dalam sidang adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Mayor Famur Danar atau orang yang membantu penyelesaian pelanggaran hukum adat, Hasan B Ngabalin.

“Dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual, semua keputusan dilaksanakan dan diputuskan di sidang adat yang dihadiri oleh perangkat adat,” ungkap Hasan Ngabalin.

Hasan menjelaskan bahwa penerapan hukum adat tidak dapat dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari keluarga korban. Namun, permasalahannya, jangankan persetujuan dari keluarga korban, laporan kasus kekerasan seksual pun masih jarang diterima oleh pemangku adat. Hal tersebut terjadi karena pemahaman tentang hukum adat dan partisipasi aktif dari masyarakat masih sangat kurang di kalangan masyarakat Maluku Tenggara.

Kurangnya pemahaman soal hukum adat justru membuat masyarakat banyak menyelesaikan masalah mereka dengan caranya masing-masing. Contohnya, ujar Hasan, saat ada masalah kekerasan seksual, ada yang malah memilih untuk membakar rumah pelaku dan keluarganya.

Kasus tersebut menunjukan bahwa sekalipun ada kebutuhan penegakan hukum adat dalam penanganan kasus kekerasan seksual, tetapi masih ada tantangan besar dalam mengintegrasikannya ke dalam sistem hukum yang ada.

Di Kepulauan Kei, Hukum Adat Larvul Ngabal sebenarnya sudah menjadi bagian dari mata pelajaran umum wajib pada jenjang pendidikan. Hal tersebut berdasarkan aturan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Mayoritas sekolah jenjang menengah di Kepulauan Kei sendiri sudah banyak menerapkan aturan tersebut, tetapi masih banyak masyarakat umum yang tidak terpapar pengetahuan tersebut.

Akademisi dari Universitas Pattimura Ambon, Rachmawati Patty, dalam bukunya yang berjudul Puncak Hukum Larvul Ngabal (2011), menjelaskan bahwa hukum adat menjadi salah satu rujukan hukum dalam penyelesaian kasus kejahatan. Rachmawati juga menilai bahwa hukum adat harus mulai disosialisasikan lewat agenda wajib setiap bulannya oleh pemangku adat kepada masyarakat luas.

“Agar pengetahun mengenai hukum adat tidak hanya bergema di lingkungan akademisi, tetapi juga di berbagai lingkungan masyarakat,” tulis Rachmawati.

Salah satu korban kekerasan seksual, Ela (bukan nama sebenarnya) menilai bahwa isi hukum adat sebetulnya sudah mengakomodir keadilan bagi korban, tetapi justru masih kurang perhatian yang serius dari pemangku adat dan pemerintah dalam menerapkan isinya.

“Ketika kasus yang saya alami tersebar di telinga masyarakat, saya malah mendapatkan stigma buruk, bahkan saya sempat dicap perempuan tidak benar, padahal posisinya saya seorang korban yang seharusnya mendapatkan pembelaan,” ujar Ela.

Ela berasumsi bahwa ia justru mendapatkan stigma karena pelakunya juga berasal dari Kepulauan Kei.

“Apakah karena pelaku juga berasal dari kepulauan Kei sehingga banyak yang malah menyalahkan saya atas yang terjadi terhadap saya?” ujar Ela

“Bahkan para pemangku adat pun tidak ada yang menanyakan dan memberikan perhatian terhadap kasus yang saya alami, padahal saat itu saya yakin sekali bahwa kasus saya sudah terdengar di masyarakat luas” lanjutnya.

Sosiolog asal Kepulauan Kei, Ali H Katmas, menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual di Kepulauan Kei layaknya gunung es karena sedikit yang terlihat dan banyak yang tertutupi. Kasus juga banyak yang berujung dengan memunculkan stigma yang negatif terhadap korban, sebagaimana yang dialami oleh Ela. Terlebih, dengan adanya pandangan dari masyarakat bahwa kasus kekerasan seksual seharusnya tidak dibeberkan dan merupakan aib bagi korban oleh masyarakat.

Kondisi ini menjadi lebih buruk karena banyaknya penafsiran tentang makna dari isi Hukum Adat Larvul Ngabal. Pasalnya, banyaknya tokoh adat dan masyarakat yang ikut menafsirkan arti dari hukum tersebut.

Pentingnya Transformasi

Ali Katmas menyampaikan sebetulnya penting bagi pemangku adat untuk menyediakan ruang pengaduan dan ruang diskusi terkait pelanggaran adat, khususnya kasus kekerasan seksual.

“Hal ini menjadi semakin penting mengingat salah satu filosofi masyarakat Kei, yakni rela mati untuk saudara perempuan,” ungkap Ali saat diwawancarai di Perpustakaan Bapele Tual, Kepulauan Kei, Maluku, pada Sabtu (20/4).

“Seharusnya pemangku adat bisa lebih banyak bertukar pikiran dengan para sosiolog, politisi, akademisi, perempuan hingga para aktivis, untuk sama-sama mendiskusikan bagaimana hukum adat bisa menjadi hukum wajib untuk sebuah kejahatan yang terjadi di Kepulauan Kei,” lanjutnya.

Namun, permasalahannya, jelas Ali, mayoritas pemangku adat yang merupakan generasi usia lanjut dan sulit untuk mendengarkan masukan dari generasi muda.

“Karena hukum adat harus bertransformasi, bukan lagi sekedar memberikan hukuman pada pelaku, tetapi harus melihat kondisi pemulihan dan perlindungan bagi korban, maka dari itu, saya juga sangat merekomendasikan adanya posko pengaduan adat di Kota Tual dan Maluku Tenggara sebagai wadah untuk pengaduan bagi para korban dan keluarga korban,” ujar Ali.

Hukum Adat Larvul Ngabal memang sudah mengakomodir keadilan untuk korban, terutama dalam memberikan sanksi yang sepadan untuk pelaku. Namun ia belum mengatur layanan pemulihan secara psikologi untuk korban. Selain itu, apabila korban mengalami luka secara fisik, hukum adat belum bisa mengakomodir kepentingan-kepentingan korban, selain yang tertera pada isi hukum adat di atas.

“Saya sama sekali tidak mendapatkan pemulihan baik dari lembaga adat maupun lembaga negara tempat saya melaporkan kasus yang saya alami, padahal saya mendapatkan kekerasan juga secara fisik, tetapi tidak ada pendampingan, khususnya oleh lembaga adat untuk saya,” ungkap Ela.

Aktivis perempuan Kepulauan Kei, Pena Vina juga menyampaikan bahwa Hukum Adat Larvul Ngabal sudah sangat tegas mengatur tentang bentuk pelecehan seksual dan sanksi adat. Hal tersebut sudah cukup untuk memberikan keadilan pada korban dalam konteks pemenuhan denda adat.

Namun, hukum adat ini susah dijalankan dan diterapkan oleh pemangku atau lembaga adat itu sendiri. Di Kepulauan Kei, lembaga adat itu dikenal dengan sebutan Badan Saniri Ohoi. Menurut Pena Vita, masih perlu ada suatu forum untuk membahas lebih detail mengenai isi dari hukum adat ini. Kemudian perlu juga adanya kerja sama antara lembaga adat dengan pemerintah, seperti Komnas Perempuan, yang memiliki peran sangat penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Pena Vina juga menyampaikan agar lembaga adat perlu lebih objektif dalam menjalankan pengadilannya. Jangan sampai, ujarnya, proses penanganan kasus kekerasan seksual justru terpengaruh oleh kepentingan politik atau ikatan kekeluargaan antara pelaku dan pemangku adat.

“Harapan kami pun sebagai aktivis perempuan untuk selalu dilibatkan dalam berbagai hal menyangkut keperempuanan, apalagi kita tahu bahwa di Kei sendiri, setiap tahun, kita merayakan hari besar salah satu tokoh perempuan pencetus hukum adat, atau yang biasa kita sebut dengan Peringatan Hari Nen Dit Sakmas,” tegas Pena Vina.

“Sekali lagi, saya mewakili semua perempuan Kei, ingin agar Kepulauan Kei bersih dari tindakan amoral dan keji, apalagi yang dilakukan oleh lelaki asli Kei,” lanjutnya saat diwawancarai via Whatsapp pada Minggu (21/4).

Pendamping korban kekerasan seksual dari Kei, Emma Hanubun, menyampaikan bahwa untuk mendukung penghapusan masalah kekerasan seksual, masyarakat Kei dari usia anak hingga dewasa, perlu menerima edukasi seksual yang sesuai dengan usianya secara utuh.

“Edukasi seksual perlu diseriusi dan diajarkan bukan hanya kepada anak-anak dan remaja, tetapi kepada orang tua dan juga masyarakat awam. Jika orang tua memahami pola edukasi seksual dengan baik, tentunya dapat mengurangi kasus kekerasan seksual dan tidak menutup kemungkinan bisa menghilangkan stigma yang melekat pada korban kekerasan seksual yang selama ini dianggap aib oleh kebanyakan masyarakat,” ujar Emma.

Kurangnya pemahaman dan edukasi seksual, termasuk soal kekerasan seksual, membuat korban yang mayoritas perempuan justru mendapatkan stigma dan tekanan yang besar dari masyarakat.

“Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual justru kebanyakan semakin ditekan karena adanya relasi kuasa. Edukasi tentang kesetaraan dan keadilan sangat penting disebarluaskan di seluruh kalangan masyarakat untuk mengakhiri ketimpangan antara laki-laki dan perempuan,” kata Emma.

Sebagai penutup, Emma yang juga merupakan perempuan Kei berharap agar masyarakat lebih peduli terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tanah Kei. Dirinya juga berharap agar masyarakat harus lebih terbuka dengan memanfaatkan teknologi untuk mencari informasi tentang kekerasan seksual.

“Harapan lain juga semoga masyarakat Kei lebih mengetahui, memaknai dan menerapkan pasal-pasal dari Hukum Larvul Ngabal bahwa perempuan tidak akan menjadi rendah atas hal-hal buruk yang terjadi di luar kuasanya,” tutup Emma saat dihubungi pada Jumat (10/4) lalu.

Oleh: Fauziah A Ngabalin

“POLITIK GAGASAN ANAK MUDA : YANG MUDA HARUS BERANI, KREATIF, INOVATIF, DAN BAPER (BAWA PERUBAHAN)”

“Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” adalah kutipan terkenal yang erat kaitannya dengan sosok presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yang biasa disapa Bung Karno sang proklamator hebat yang mempunyai karir politik gemilang dan mampu memerdekakan Indonesia pada masa masanya, dalam kutipannya mau disampaikan bahwa jikalau ingin membawa perubahan untuk Indonesia harus melibatkan pemuda agar tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pemuda memiliki peranan penting didalamnya dan sudah tidak diragukan lagi posisinya. Karena pada saat itu mereka dibutuhkan menjadi penggerak untuk mengusir penjajah di Indonesia. Mereka juga salah satu aktor perubahan guna mendorong agar seluruh masyarakat Indonesia menyatukan perspektif mengusir para penjajah dari negara ini. Deklarasi sumpah pemuda, merupakan salah satu bukti bahwa pemuda Indonesia juga mengambil bagian dalam perjuangan bangsa. Pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi cikal bakal awal sejarah pergerakkan pemuda seluruh Indonesia dalam semangat kemerdekaan Indonesia. Kita juga tidak boleh lupa generasi muda memiliki sejarah kelam yang dimana semangat kepemudaan mereka tidak luntur begitu saja ketika Indonesia Merdeka, pergerakkan mereka sebagai pemuda bangsa Indonesia masih terus berjalan dalam melawan kediktatoran pemimpin bangsa sehingga berhasil meruntuhkan kekuasaan orde baru pada tahun 1998 yang juga sekaligus mengantarkan segenap bangsa Indonesia masuk pada masa reformasi.

Dari rekam jejak pemuda dalam mendukung segala hal yang berkaitan dengan kemajuan bangsa maka dapat dikatakan bahwa generasi muda merupakan entitas penting yang dapat mempertahankan eksistensi dan pengaruh dari sebuah kebijakan yang dilakukan oleh pemimpin. Peran tersebut harus di aktualisasikan dalam mendukung Pemilu 2024 membuat mereka harus cerdas dalam bertindak serta selektif dalam mengambil keputusan apapun yang nantinya akan mempengaruhi maju mundurnya pengembangan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan kalau generasi muda tidak bersikap mengikuti arus dan oportunis. Pemuda harus melakukan gebrakan-gebrakan cepat dan cerdas baik itu terjun langsung masuk dalam sistem maupun yang akan memilih nantinya pada pemilu 2024. Pemuda juga harus jadi sosok yang berani, kreatif, inovatif, serta sudah pastinya Baper , baper yang dimaskud ini bukan bawa perasaan melainkan bawa perubahan.

Kita sering kali mendengar pemilu memicu munculnya berbagai macam persepektif yang dapat membuat kita saling tidak menghargai satu dengan yang lain sehingga menggeserkan nilai adat dan budaya bangsa kita. Dalam pemilu biasa sering terjadi ujaran kebencian, kegaduhan, membawa-bawa politik identitas demi melanggengkan kepentingan suatu kelompok dan individu, serta ketidakakuratan informasi yang didistribusi melalui media cetak dan online tidak sesuai dengan faktanya, maka kehadiran pemuda harus menjadi pihak yang menetralisir semua dampak negatif dari hasil momen pesta demokrasi tersebut. Pemuda harus hadir membawa perubahan, dan harus hadir menjadi pembeda ditengah kesamaan demi mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat. Pemuda harus ikut mendukung dan memajukan bangsanya melalui cara mereka masing-masing. Dalam tulisan ini penulis mau memetakan kehadiran pemuda dari dua sudut pandang yang masing-masing memiliki peranan penting dalam mendukung Pemilu 2024 yang damai dan berkualitas.

Pertama, Pemuda sebagai Calon Legislatif pengawal aspirasi rakyat pada Pemilu 2024
Sebagian besar masyarakat sudah pasti banyak yang bertanya-tanya, untuk apa pemuda terjun di dalam dunia politik, apakah seorang pemuda bisa mengawal aspirasi rakyatnya ditiap-tiap daerah pemilihan mereka. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 240 ayat (1) itu dijabarkan 16 syarat mencalonkan diri sebagi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota selama sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tersebut tidak ada yang bisa membatasi seseorang untuk terjun dalam dunia perpolitikan. Siapa saja boleh terlibat dalam dunia perpolitikan. Sebelum dilanjutkan kepada metode dan cara taktis pemuda dalam mempromosikan dirinya kita perlu mengetahui juga dalam Undang-Undang Kepemudaan menyebutkan “Pemuda adalah Warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun” dalam ketentuan tersebut sudah sangat jelas kekuatan pemuda dan harus kita dukung agar seluruh masyarakat Indonesia mengalami dampak perubahan dari setiap kebijakan yang nantinya akan diawasi dan dibuat.

Kita dapat melihat fakta dilapangan beberapa partai meyakini bahwa keberadaan calon anggota legislatif dari kalangan generasi muda menjadi faktor krusial untuk dapat meraih suara pada pemilu 2024. Mayoritas pemilih pada pesta demokrasi tahun ini berasal dari kalangan anak muda. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) anggota DPR sebanyak 1.507 orang atau 5,18 persen bakal caleg DPR di dalam DCS tersebut berusia 21-30 tahun. Adapun caleg berusia 31-40 tahun sebanyak 1.757 orang. Artinya, ada 33% bakal calon legislatif anggota DPR yang berasal dari kalangan anak muda. Meskipun belum teridentifikasi berapa umur kalangan muda yang lolos calon legislatif pada Daftar Calon Tetap (DCT) yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetapi kurang lebih tidak jauh dari Daftar Calon Sementara (DCS), itu tandanya ketertarikan anak muda untuk terjun di dalam politik mengalami peningkatan. Sementara di parlemen DPR-RI sendiri periode 2019-2024 kalangan anak muda yang menduduki bangku parlemen di senayan membentuk Kaukus Pemuda Parleman Indonesia (KPPI) yang bertujuan utnuk meningkatkan partisipasi pemuda Indonesia dalam pengambilan kebijakan dan menjembatani komunikasi dan kolaborasi antara pemuda dan wakil-wakilnya di DPR. KPPI sendiri merupakan wadah yang menaungi 72 orang anggota DPR-RI muda berusia 21-40 tahun pada periode 2019-2024. Mulai dari aksi-aksi yang dilakukan oleh pemuda dalam merespon situasi politik sangat beraneka ragam itu tandanya ketertarikan pemuda dalam politik semakin besar karena banyak sekali membuat gerakan-gerakan kecil yang keluar dari kelompok dan individu pemuda itu sendiri.

Untuk menghadapi pemilu 2024 peran dan kesempatan untuk membuktikan prestasi dan meningkatkan partisipasi politiknya dengan cara pemuda harus terjun langsung karena mereka memiliki andil besar dalam menentukan arah kebijakan kedepannya, dan untuk mengoptimalkan juga representasi pemuda di parlemen pemuda harus bawa perubahan untuk masyarakat. Tetapi bukan hanya turut berpartisipasi saja, pemuda harus membuktikan prestasinya juga sebagai seseorang yang memiliki keberanian, kreatifitas, dan inovasi kalau mau terjun di dunia politik. Kampanye politik pemuda harus menjadi pembeda diantara yang lainnya, pemuda harus memiliki gagasan besar, harus memiliki visi dan misi yang jelas. Kebanyakan Calon Legislatif mempromosikan dirinya menggunakan metode-metode kuno yang menghabiskan anggaran politik yang besar sehingga kampanyenya saja yang tersampaikan tetapi substansi gagasan dan ide yang mau disampaikan dalam kampanye itu tidak ada sama sekali sementara yang kita dengar hanya “coblos nomor sekian, saya hadir untuk masyarakat, saya maju dengan ketulusan hati” tanpa ada dasar yang jelas mereka jadi untuk apa, dan kalau jadi juga mereka mau lakukan apa.

Penulis tertarik melihat kampanye politik yang dilakukan oleh Mantan Ketua BEM Universitas Indonesia Manik Margana Mahendra, selaku anak muda dia mampu mengemas kampanye politiknya dengan metode kekinian dan tidak terlihat kaku. Mantan Ketua BEM UI tersebut tampil dengan posisi kekinian anak muda yang ingin memperjuangkan aspirasi banyak masyarakat dengan melakukan kampanye politik dengan datang kesetiap orang di daerah pemilihannya untuk berdiskusi. Dia seorang Calon Legislatif muda yang maju tanpa ada baliho, dia menyadari bahwa baliho dibuat hanya menghambur-hamburkan anggaran, dan merusak lingkungan. Kemudian dia melakukan ide sederhana yaitu membantu warga untuk mendesain dan mencetak ulang spanduk toko milik masyarakat yang sudah rusak di daerah pemilihannya. Itu merupakan win-win solution yang tepat ditengah permainan politik kotor yang dimainkan oleh para caleg lainnya mantan Ketua BEM UI itu tampil dengan cara yang berbeda. Politik Gagasan bukan hanya hadir menyampaikan visi misi dan konsep besar caleg tetapi melalui aksi nyata caleg dalam melihat setiap kesusahan masyarakatnya di daerah pemilihan mereka masing-masing dengan cara yang sederhana namun bermakna.

Kenyataan politik kita sekarang satu dengan yang lainnya tidak melihat masing-masing dari mereka sebagai subjek dalam politik. Semestinya, yang seharusnya ada dalam demokrasi ialah pertukaran gagasan/ide, bukan materi. Ini yang menjadi prasyarat satu sama lain harus menjadi subjek politik. Penulis meminjam konsep demokrasi deliberatifnya Jurgen Hubermas (1992), elit/kandidat dan masyarakat perlu menjadi subjek dalam diskusi kemudian diperdebatkan diruang-ruang publik mengenai kebijakan publik. Kemudian dari dasar pertentangan ide dan gagasan tersebut maka lahirlah tindakan saling rebut memperebutkan hati konstituen untuk memilih para calon legislatif tersebut secara naluriah diluar dari hitung-hitungan politik sudah pasti masyarakat akan memahami siapa yang benar-benar layak untuk menjadi wakil rakyat mereka disenayan. Hadir ditengah masyarakat itu bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk para calon legislatif, tetapi hadir melakukan metode kreatif kampanye dan berdiskusi dengan masyarakat secara langsung itu cara jitu untuk merauk hati masyarakat. Karena sudah seharusnya kandidat menawarkan gagasan dan agendanya kedepan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kemudian masyarakat menagih dan menghakimi gagasan serta agenda elit/kandidat tersebut. Mereka saling aktif terlibat dan melibatkan diri mempertukarkan ide diruang-ruang publik yang kelak akan menghasilkan kebijakan publik yang juga akan menyangkut dirinya.

Kita sangat yakin sebagai pemuda sudah pasti harus membawa perubahan signifikan untuk masyarakat, metode taktis yang kreatif dan inovatif harus dilakukan oleh pemuda untuk mendapat hati masyarakat dan dari sisi moralitas kita sudah pasti mau untuk mengendalikan diri dan mengharapkan perubahan yang baik. Karena dasar dari nilai-nilai tersebut yang disebutkan oleh Francis Fukuyama (2002) bisa menjadi modal sosial dan kolektif untuk menjalin kerjasama antara satu dengan yang lainnya. Kalau sampai masyarakat
mempercayakan pemuda sebagai wakil rakyat, maka sebagai pemuda harus membuktikan itu kepada masyarakat dan harus mengambil peran untuk merubah metode taktis politik yang kuno, transaksional, dan tidak tepat sasaran agar menjadikan politik yang berlandaskan gagasan/ide. Kita juga sebagai pemuda harus merubah paradigma berpikir setiap pemilih dengan hadir untuk menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat yang sifatnya jangka panjang dan mensosialisasikan batasan kerja calon legislatif dengan harus memahami fungsi-fungsi anggota legislatif itu apa saja biar masyarakat juga mengetahui batasan kerja para calon legislatif. Dengan begitu segala hal yang berkaitan dengan politik transaksional yang hanya berfokus kepada materil perlahan hilang dimulai dari kekreatifan dan inovasi pemuda membawa diri kepada masyarakat sebagai pemilih.

Kedua, Pemuda sebagai pemilih dalam Pemilu 2024 dan sebagai penentu masa depan bangsa
Pemuda harus hadir sebagai pemilih yang kritis, cerdas, dan memiliki kreatifitas serta inovasi juga untuk mengawal Pemilu 2024 kehadiran pemuda harus memiliki pola pikir yang seperti itu agar tidak terkontaminasi dari janji-janji manis oleh para aktor-aktor politik yang hadir hanya menyenangkan sesaat hati masyarakat saja. Berkaitan dengan aktor-aktor politik yang tidak mempunyai gagasan besar dalam melihat situasi permasalahan kemasyarakatan penulis teringat pepatah dalam bahasa latin berbunyi Honores Mutant Mores, ketika seseorang mendapatkan kekuasaan maka berubahlah tingkah lakunya. Politik tidak boleh dimaknai sebagai perebutan kekuasaan saja melainkan harus dimaknai sebagai pertarungan ide, dan gagasan dengan berpedoman pada komitmen serta integritas pemuda. Karena kalau dimaknai sebagai perebutan kekuasaan, kejahatan paling buruk seorang yang cinta akan kekuasaan itu adalah apabila ia merasa sudah lebih dari orang lain, menjadi manusia super, bahkan semidewa; minta dipuja-puja, bahkan minta dikultuskan.

Politik gagasan yang sebagaimana dijelaskan diatas harus mengedepankan ide dan program yang terukur dalam konteks pengembangan Indonesia dan Sumber Daya Manusianya. Masyarakat terkhususnya anak muda harus menjadi pemilih yang cerdas dan rasional, kehadiran anak muda harus menjadi pendobrak dalam merasionalisasikan segala hal yang berkaitan dengan pemilih yang memiliki integritas, berkualitas, kritis, serta bijak. Karena ada tiga peran yang menentukan suksesnya pelaksanaan pemilihan umum peran penyelenggara, peran peserta pemilu, dan peran masyarakat itu sendiri. Kalau dalam pemilihan ini kita berkolaborasi, proses kerjasama tersebut akan menelurkan gagasan atau ide dalam melihat calon kandidat yang nantinya akan mewakili masyarakat disenayan.

Kalau kita lihat data pemilih tetap di pemilu 2024 ada sekitar 56,45% didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z. Pemuda dalam pemilu kali ini jangan bersikap acuh terhadap situasi perpolitikan hari ini, pemuda harus paham tentang politik dan harus mengerti apa yang dilakukan oleh elit-elit politik. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pemilu 2024 sekitar 55% dari total pemilih pemilu 2024 adalah milenial dan generasi Z berusia 17-40 tahun dan jumlah kelompok pemilih itu mencapai 115.622.550 jiwa (dilansir dari laman kpu.go.id). Menurut berita Tempo Pemilu (Minggu, 05 November 2023) Anggota KPU August Mellaz yang menjadi narasumber dalam webinar kebangsaan bertemakan “Memilih Pemimpin Ideal Untuk Masa Depan Bangsa, Hak Pilihku Harus Digunakan Sebaik-baiknya” yang digelar Forum Osis Nasional (FON) anggota KPU August Mellaz sebagai narasumber menyatakan 55-60 persen pemilih dalam pemilu 2024 didominasi Gen Z dan Generasi Milenial rentang umur dari 20-44 tahun.

Berdasarkan data tersebut lebih dari setengah persen pemuda harus mengenali dan mendalami visi-misi para calon legislatif yang akan mereka pilih. Generasi muda yang selain dikenal dengan semangatnya mereka juga dikenal orang yang melek akan digital sudah pastinya juga memiliki pandangan yang inovatif terkait berbagai isu, termasuk tentang lingkungan dan perubahan iklim. Sebagaimana informasi pemberitaan yang beredar, isu mengenai lingkungan dan perubahan iklim tampaknya masih belum mendapat perhatian khusus serius dari sejumlah partai politik. Terkadang parpol seringkali hanya menawarkan isu-isu yang berkaitan dengan sosial dan ekonomi kemudian berhenti dalam sikap reaktif terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Penting bagi generasi muda untuk melek politik tidak sekedar hanya menyampaikannya secara teoritis. Sebagai kelompok yang mendominasi di pemilu 2024 maka kelompok muda inilah yang harus hadir untuk mengkritisi setiap gagasan-gagasan dari para calon legislatif agar politik gagasan selalu dipraktikkan pada pemilu-pemilu berikutnya.

Dalam menyukseskan pemilu 2024 sebagai generasi muda tidak boleh hadir sebagai unsur pemecah belah bangsa, tidak boleh hadir untuk mempraktekkan politik adu domba, tidak boleh hadir untuk melemparkan isu-isu murahan yang akan berdampak negatif pada kehidupan bernegara, dan tidak boleh menjadi fans fanatik terhadap kandidat tertentu karena berakibat fatal pada iklim demokrasi di Indonesia. Pemilih muda dalam mengejewantahkan politik gagasan dalam kehidupan bermasyarakat harus menanamkan nilai-nilai etis dan moral yang berlaku dimasyarakat. Membangun politik yang sehat dan bermoral bukan dimulai dari bagaimana merubah keadaan yang sudah sebegitu terlanjur buruk, tetapi melalui pemudalah hal ini dapat dimulai. Para intelektual muda yang mempunyai kapabilitas dan kualitas baik itu
dari kalangan aktivis mahasiswa, aktivis organisasi, dan lain sebagainya sebenarnya yang lebih peka terhadap pemasalahan ketimpangan sosial dan politik yang terjadi beberapa hari ini tinggal bagaimana mereka untuk memulai dan mencari metode taktis untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam politik kita dapat ketahui bahwa sebenarnya bukan tentang siapa dan kapasitas apa yang dimiliki pemuda tersebut, melainkan lebih kepada sikap individu yang dimiliki generasi muda tersebut, keberanian dan semangat yang tinggi serta integritas yang harus terus di tanamkan untuk pemenuhan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat, karena itu tidak ada yang ideal dari politik kecuali mereka mengaktualisasikannya untuk kepentingan rakyat. Diatas dari itu semua penulis mau sampaikan bahwa generasi muda dipemilu 2024 ini harus menerapkan praktek politik gagasan dalam memilih bukan hadir sebagai pelengkap pesta demokrasi tetapi harus terlibat dalam pesta demokrasi karena itulah tempat yang tepat dimiliki oleh pemuda.

Menurut Socrates politik harus dipandang sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, bukan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan dan keuntungan pribadi. Namun dari sisi yang lain juga Socrates menekankan juga kepemimpinan yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat. Maksud dari Socrates ialah dalam praktik-praktik politik harus menghasilkan kebijakan yang pro terhadap rakyat, kebijakan yang pro terhadap rakyat kuncinya dari seorang yang membuat kebijakan, pembuat kebijakan tersebut lahir dari proses demokrasi, bilamana dalam proses demokrasi tidak melahirkan pemimpin bahkan wakil-wakil rakyat yang baik maka hasil dari semua kesepakatan yang keluar dari aktivitas politik diparlemen akan berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat.

Dalam berpolitik harus dilandasi dengan etika, tanpa etika politik menjadi sarang dari korupsi dari ketamakkan para aktor politik yang hadir untuk mencari keuntungan pribadinya saja. Para wakil rakyat harus memegang tanggung jawab moral untuk bertindak sesuai dengan kepentingan umum dan masyarakat yang mereka layani.

Demi menyatukan perspektif pemuda dalam meningkatkan pemahamannya tentang politik gagasan dan keterlibatan pemuda dalam merespon situasi politik maka diperlukan strategi pemuda dalam bersikap melihat situasi politik akhir-akhir ini. Berikut adalah beberapa strategi yang penulis tawarkan untuk melihat dua peranan pemuda yang telah dijelaskan diatas dalam melihat momen politik lima tahunan sebagai berikut :

a. Pemuda harus membentuk forum kolaborasi pemuda lintas segmen
– Mendirikan forum kolaborasi lintas segmen pemuda dalam mendukung pemahaman pemuda terkait politik (Pelajar, aktivis organisasi, aktivis mahasiswa, komunitas, dan semua unsur kelompok pemuda).
– Karena diparlemen sudah ada Kaukus Pemuda Parleman Indonesia (KPPI) maka harus dioptimalkan dengan melibatkan unsur luar pemuda lintas segmen dalam melihat setiap isu-isu politik kekinian dan pemahaman akan politik gagasan.
– Memberikan tugas yang sesuai dengan kapasitas masing-masing segmen pemuda agar merangkum semua perspektif dalam forum tersebut.

b. Mendorong komunikasi dalam mendukung perubahan pemahaman politik mengenai politik gagasan yang kreatif dan inovatif
– Memfasilitasi pertemuan rutin antara seluruh segmen pemuda yang telah dibentuk dalam forum kolaborasi resmi untuk memperkuat komunikasi pemahaman bersama terkait politik gagasan.
– Membuat saluran komunikasi resmi dan terbuka antara lintas segmen pemuda baik yang ada diparlemen maupun yang ada diluar.

c. Memperkuat eksistensi pemuda dalam berpolitik
– Membuat diskusi tentang politik gagasan yang dilakukan secara rutin agar muncul kesadaran dan minat pemuda dalam menginterpretasi isu-isu politik.
– Membangun kepercayaan masyarakat bahwa pemuda memiliki solidaritas dalam berpolitik.
– Mendorong pemuda untuk terlibat dan terjun langsung kedalam politik (masuk perlemen) dengan menerapkan metode politik gagasan yang kreatif, inovatif, dan sudah pastinya harus membawa perubahan drastis kepada masyarakatnya.

d. Edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang politik
– Melakukan kampanye edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemahaman politik agar tidak mudah termakan isu-isu yang sifatnya memecah belah bangsa dan tentang pemahamannya mengejewentahkan politik gagasan dalam momen politk lima tahunan.
– Mengenalkan nilai-nilai etis dan moral yang berlaku di masyarakat kepada setiap masyarakat agar masyarakat tidak terkontaminasi dengan doktrin politik yang negatif.

e. Kampanye promosi melalui media
– Mengajak media untuk menjadi mitra strategis dalam mempromosikan segala hal aktivitas dan kegiatan pemuda dalam mendukung pemahaman setiap orang mengenai politik gagasan dan politik etis bermasyarakat.

f. Monitoring dan Evaluasi secara berkala
– Menetapkan indikator kinerja dan melakukan evaluasi secara berkala terhadap segala aktivitas dan kegiatan kepemudaan dalam politik.
– Mengidentifikasi kendala atau hambatan dalam proses kolaborasi dan merumuskan solusi.

g. Pengembangan Sumber Daya Manusia pemuda
– Minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pemuda dalam politik maka dari itu diperlukan metode taktis pengembangan sumber daya manusia pemuda agar terlihat bukti nyata pemuda dalam bentuk pemahaman yang matang terhadap politik pemuda dengan membuat sekolah kader politik pemuda untuk meningkatkan pemahaman pemuda dalam berpolitik.

Untuk menjadi seorang yang memiliki nilai-nilai yang mengedepankan kepentingan rakyat ialah harus lahir dari si pemilihnya dan yang dipilih. Khusus pemuda harus lahir hadir dengan gagasan, karena dasar tersebut akan melahirkan seseorang yang memiliki kekuatan dalam mengambil tanggung jawab atas keputusan yang nantinya mereka ambil baik yang dipilih maupun yang memilih. Pemilu kali ini baik atau buruknya yang dihasilkan ada ditangan pemuda. Kita mengibaratkan pemuda sebagai lampu yang dapat menerangi Indonesia 5 tahun kedepan, jadi ketika sebagai pemuda kita salah ambil langkah baik pemilih dan yang akan dipilih nantinya maka akan berakibat fatal bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Akhir dari penulisan ini penulis mau menyampaikan sebagai pemuda harus berani mengambil sikap, harus kreatif dalam merespons isu-isu politik, harus inovatif, dan terakhir harus Baper (Bawa Perubahan).

Penulis : Leonard Manuputty

DAFTAR PUSTAKA

1. Handbook Buku Panduan Partisipasi – Partisipasi Pemuda Pada Pemilu Serentak 2024 disusun oleh : Tim Perludem

2. Jurnal : Partisipasi Politik Pemuda Dalam Pemilu; Studi Kasustentang Relawan Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) Pada Pemilihan Presiden 2019 di Kota Tasikmalaya, disusun oleh : Randi Hamdani, Ari Ganjar, dan Antik Bintari.

3. Jurnal : Partisipasi Politik Generasi Muda

4. Website Data Indonesia.id : https://dataindonesia.id/varia/detail/data-tingkat-partisipasi-pemilih-dalam-pilpres-tertinggi-2019 (diakses pada: 31 Januari 2024, Pukul: 19.00 WIT)

5. Website Komisi Pemilihan Umum (KPU) : https://www.kpu.go.id/ (diakses pada: 01 Februari 2024, Pukul: 00:27 WIT)

6. Website Kompasiana.com: Peran Pemuda dalam Pemilu 2024: Membangun Masa Depan yang Berkualitas – Nova Gintara, 22 Juni 2023 (Diakses pada: 01 Februari 2024, Pukul: 00.24 WIT)