082311771819 yppm.maluku@gmail.com
Hukum Adat Kei untuk Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Hukum Adat Kei untuk Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Masyarakat dari Kepulauan Kei, Provinsi Maluku, memiliki aturan yang secara khusus mengatur soal kekerasan seksual. Aturan tersebut berada di bawah payung Hukum Adat Larvul Ngabal. Larvul Ngabal bukan sekadar seperangkat aturan, melainkan cerminan dari nilai-nilai keadilan dan kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun.

Hukum Larvul Ngabal adalah sistem hukum adat tradisional yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari hak asasi manusia (HAM), pernikahan, serta kepemilikan dan penyelesaian konflik. Aturannya dibuat berdasarkan nilai-nilai, norma, dan tradisi lokal yang telah turun-temurun.

Hukum Adat Larvul Ngabal terdiri dari tiga hukum dan tujuh pasal. Setiap pasal memiliki sanksinya sendiri. Hukum pertama bernama hukum Nev-Nev yang terdiri dari empat pasal dan mengatur soal tata kehidupan. Hukum kedua bernama Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan. Hukum ketiga bernama Hukum Hawear Balwirin (Hak dan Kewajiban) yang memiliki 1 pasal.

Kekerasan seksual diatur dalam Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan, khususnya pasal 5 dan 6. Pasal 5, disebut dengan Rek Fo Kelmutun, mengatur soal sekat atau batasan pergaulan, termasuk pentingnya menjaga batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat Kei.

Secara filosofis, hukum ini menekankan pentingnya menjaga kesucian dan kerahasian dalam hubungan suci antara suami dan istri. Pasal ini juga memperingatkan tentang bahaya pergaulan bebas tidak bertanggung jawab, yang diyakini dapat menimbulkan masalah dan konflik.

Selanjutnya, Pasal 6, Morjain Fo Mahiling, mengatur soal pentingnya untuk menjaga martabat perempuan dan keutuhan rumah tangga dalam budaya Kei. Meskipun perempuan dianggap berharga, mereka menghadapi tantangan dalam menjaga tradisi di tengah pengaruh budaya luar. Pasal 6 juga mengatur laki-laki untuk melindungi perempuan dan menahan diri agar tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, Pasal 6 juga menjelaskan soal pentingnya bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki, tetapi tetap perlu untuk mempertahankan nilai-nilai adat.

Masyarakat Kei menggunakan dua pasal di atas sebagai landasan dalam menangani kasus kekerasan seksual. Hukum Adat Larvul Ngabal juga menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan seksual, termasuk Sis Af (membisik, memanggil, dan bersiul), Kifuk Matko (bermain mata), dan Kis Kafir (mencubit atau menyentuh). Kemudian ada A Lebak (memeluk), Val Siran Baraun (membuka pakaian secara paksa atau menelanjangi), dan Morvuan Fo Ivun (menghamili di luar pernikahan).

Setiap pelanggaran memiliki sanksi moral dan denda adat. Sanksi moral biasanya berupa Sib Surak atau nasehat yang disampaikan dalam sidang adat. Denda adat biasanya berbentuk mulai dari pemberian barang adat, emas adat, hingga uang tunai dari pelaku kepada korban sesuai dengan keputusan sidang adat.

Peran Pemangku Adat

Perangkat adat memiliki peran kunci dan penting dalam mengimplementasikan dan menerapkan hukum adat, termasuk isi dari Hukum Adat Larvul Ngabal dalam sidang adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Mayor Famur Danar atau orang yang membantu penyelesaian pelanggaran hukum adat, Hasan B Ngabalin.

“Dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual, semua keputusan dilaksanakan dan diputuskan di sidang adat yang dihadiri oleh perangkat adat,” ungkap Hasan Ngabalin.

Hasan menjelaskan bahwa penerapan hukum adat tidak dapat dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari keluarga korban. Namun, permasalahannya, jangankan persetujuan dari keluarga korban, laporan kasus kekerasan seksual pun masih jarang diterima oleh pemangku adat. Hal tersebut terjadi karena pemahaman tentang hukum adat dan partisipasi aktif dari masyarakat masih sangat kurang di kalangan masyarakat Maluku Tenggara.

Kurangnya pemahaman soal hukum adat justru membuat masyarakat banyak menyelesaikan masalah mereka dengan caranya masing-masing. Contohnya, ujar Hasan, saat ada masalah kekerasan seksual, ada yang malah memilih untuk membakar rumah pelaku dan keluarganya.

Kasus tersebut menunjukan bahwa sekalipun ada kebutuhan penegakan hukum adat dalam penanganan kasus kekerasan seksual, tetapi masih ada tantangan besar dalam mengintegrasikannya ke dalam sistem hukum yang ada.

Di Kepulauan Kei, Hukum Adat Larvul Ngabal sebenarnya sudah menjadi bagian dari mata pelajaran umum wajib pada jenjang pendidikan. Hal tersebut berdasarkan aturan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Mayoritas sekolah jenjang menengah di Kepulauan Kei sendiri sudah banyak menerapkan aturan tersebut, tetapi masih banyak masyarakat umum yang tidak terpapar pengetahuan tersebut.

Akademisi dari Universitas Pattimura Ambon, Rachmawati Patty, dalam bukunya yang berjudul Puncak Hukum Larvul Ngabal (2011), menjelaskan bahwa hukum adat menjadi salah satu rujukan hukum dalam penyelesaian kasus kejahatan. Rachmawati juga menilai bahwa hukum adat harus mulai disosialisasikan lewat agenda wajib setiap bulannya oleh pemangku adat kepada masyarakat luas.

“Agar pengetahun mengenai hukum adat tidak hanya bergema di lingkungan akademisi, tetapi juga di berbagai lingkungan masyarakat,” tulis Rachmawati.

Salah satu korban kekerasan seksual, Ela (bukan nama sebenarnya) menilai bahwa isi hukum adat sebetulnya sudah mengakomodir keadilan bagi korban, tetapi justru masih kurang perhatian yang serius dari pemangku adat dan pemerintah dalam menerapkan isinya.

“Ketika kasus yang saya alami tersebar di telinga masyarakat, saya malah mendapatkan stigma buruk, bahkan saya sempat dicap perempuan tidak benar, padahal posisinya saya seorang korban yang seharusnya mendapatkan pembelaan,” ujar Ela.

Ela berasumsi bahwa ia justru mendapatkan stigma karena pelakunya juga berasal dari Kepulauan Kei.

“Apakah karena pelaku juga berasal dari kepulauan Kei sehingga banyak yang malah menyalahkan saya atas yang terjadi terhadap saya?” ujar Ela

“Bahkan para pemangku adat pun tidak ada yang menanyakan dan memberikan perhatian terhadap kasus yang saya alami, padahal saat itu saya yakin sekali bahwa kasus saya sudah terdengar di masyarakat luas” lanjutnya.

Sosiolog asal Kepulauan Kei, Ali H Katmas, menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual di Kepulauan Kei layaknya gunung es karena sedikit yang terlihat dan banyak yang tertutupi. Kasus juga banyak yang berujung dengan memunculkan stigma yang negatif terhadap korban, sebagaimana yang dialami oleh Ela. Terlebih, dengan adanya pandangan dari masyarakat bahwa kasus kekerasan seksual seharusnya tidak dibeberkan dan merupakan aib bagi korban oleh masyarakat.

Kondisi ini menjadi lebih buruk karena banyaknya penafsiran tentang makna dari isi Hukum Adat Larvul Ngabal. Pasalnya, banyaknya tokoh adat dan masyarakat yang ikut menafsirkan arti dari hukum tersebut.

Pentingnya Transformasi

Ali Katmas menyampaikan sebetulnya penting bagi pemangku adat untuk menyediakan ruang pengaduan dan ruang diskusi terkait pelanggaran adat, khususnya kasus kekerasan seksual.

“Hal ini menjadi semakin penting mengingat salah satu filosofi masyarakat Kei, yakni rela mati untuk saudara perempuan,” ungkap Ali saat diwawancarai di Perpustakaan Bapele Tual, Kepulauan Kei, Maluku, pada Sabtu (20/4).

“Seharusnya pemangku adat bisa lebih banyak bertukar pikiran dengan para sosiolog, politisi, akademisi, perempuan hingga para aktivis, untuk sama-sama mendiskusikan bagaimana hukum adat bisa menjadi hukum wajib untuk sebuah kejahatan yang terjadi di Kepulauan Kei,” lanjutnya.

Namun, permasalahannya, jelas Ali, mayoritas pemangku adat yang merupakan generasi usia lanjut dan sulit untuk mendengarkan masukan dari generasi muda.

“Karena hukum adat harus bertransformasi, bukan lagi sekedar memberikan hukuman pada pelaku, tetapi harus melihat kondisi pemulihan dan perlindungan bagi korban, maka dari itu, saya juga sangat merekomendasikan adanya posko pengaduan adat di Kota Tual dan Maluku Tenggara sebagai wadah untuk pengaduan bagi para korban dan keluarga korban,” ujar Ali.

Hukum Adat Larvul Ngabal memang sudah mengakomodir keadilan untuk korban, terutama dalam memberikan sanksi yang sepadan untuk pelaku. Namun ia belum mengatur layanan pemulihan secara psikologi untuk korban. Selain itu, apabila korban mengalami luka secara fisik, hukum adat belum bisa mengakomodir kepentingan-kepentingan korban, selain yang tertera pada isi hukum adat di atas.

“Saya sama sekali tidak mendapatkan pemulihan baik dari lembaga adat maupun lembaga negara tempat saya melaporkan kasus yang saya alami, padahal saya mendapatkan kekerasan juga secara fisik, tetapi tidak ada pendampingan, khususnya oleh lembaga adat untuk saya,” ungkap Ela.

Aktivis perempuan Kepulauan Kei, Pena Vina juga menyampaikan bahwa Hukum Adat Larvul Ngabal sudah sangat tegas mengatur tentang bentuk pelecehan seksual dan sanksi adat. Hal tersebut sudah cukup untuk memberikan keadilan pada korban dalam konteks pemenuhan denda adat.

Namun, hukum adat ini susah dijalankan dan diterapkan oleh pemangku atau lembaga adat itu sendiri. Di Kepulauan Kei, lembaga adat itu dikenal dengan sebutan Badan Saniri Ohoi. Menurut Pena Vita, masih perlu ada suatu forum untuk membahas lebih detail mengenai isi dari hukum adat ini. Kemudian perlu juga adanya kerja sama antara lembaga adat dengan pemerintah, seperti Komnas Perempuan, yang memiliki peran sangat penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Pena Vina juga menyampaikan agar lembaga adat perlu lebih objektif dalam menjalankan pengadilannya. Jangan sampai, ujarnya, proses penanganan kasus kekerasan seksual justru terpengaruh oleh kepentingan politik atau ikatan kekeluargaan antara pelaku dan pemangku adat.

“Harapan kami pun sebagai aktivis perempuan untuk selalu dilibatkan dalam berbagai hal menyangkut keperempuanan, apalagi kita tahu bahwa di Kei sendiri, setiap tahun, kita merayakan hari besar salah satu tokoh perempuan pencetus hukum adat, atau yang biasa kita sebut dengan Peringatan Hari Nen Dit Sakmas,” tegas Pena Vina.

“Sekali lagi, saya mewakili semua perempuan Kei, ingin agar Kepulauan Kei bersih dari tindakan amoral dan keji, apalagi yang dilakukan oleh lelaki asli Kei,” lanjutnya saat diwawancarai via Whatsapp pada Minggu (21/4).

Pendamping korban kekerasan seksual dari Kei, Emma Hanubun, menyampaikan bahwa untuk mendukung penghapusan masalah kekerasan seksual, masyarakat Kei dari usia anak hingga dewasa, perlu menerima edukasi seksual yang sesuai dengan usianya secara utuh.

“Edukasi seksual perlu diseriusi dan diajarkan bukan hanya kepada anak-anak dan remaja, tetapi kepada orang tua dan juga masyarakat awam. Jika orang tua memahami pola edukasi seksual dengan baik, tentunya dapat mengurangi kasus kekerasan seksual dan tidak menutup kemungkinan bisa menghilangkan stigma yang melekat pada korban kekerasan seksual yang selama ini dianggap aib oleh kebanyakan masyarakat,” ujar Emma.

Kurangnya pemahaman dan edukasi seksual, termasuk soal kekerasan seksual, membuat korban yang mayoritas perempuan justru mendapatkan stigma dan tekanan yang besar dari masyarakat.

“Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual justru kebanyakan semakin ditekan karena adanya relasi kuasa. Edukasi tentang kesetaraan dan keadilan sangat penting disebarluaskan di seluruh kalangan masyarakat untuk mengakhiri ketimpangan antara laki-laki dan perempuan,” kata Emma.

Sebagai penutup, Emma yang juga merupakan perempuan Kei berharap agar masyarakat lebih peduli terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tanah Kei. Dirinya juga berharap agar masyarakat harus lebih terbuka dengan memanfaatkan teknologi untuk mencari informasi tentang kekerasan seksual.

“Harapan lain juga semoga masyarakat Kei lebih mengetahui, memaknai dan menerapkan pasal-pasal dari Hukum Larvul Ngabal bahwa perempuan tidak akan menjadi rendah atas hal-hal buruk yang terjadi di luar kuasanya,” tutup Emma saat dihubungi pada Jumat (10/4) lalu.

Oleh: Fauziah A Ngabalin

Hadiri Debat Kandidat Caleg Muda, Ini Pesan PJ Walikota Ambon

Hadiri Debat Kandidat Caleg Muda, Ini Pesan PJ Walikota Ambon

AMBON,KilasMaluku.- Penjabat Walikota Ambon, Drs. Bodewin Melkias Wattimena, M.Si, menghadiri Debat Kandidat Lintas Isu Dalam Bingkai Demokrasi Maluku Menuju 2024 di Kota Ambon, dengan tema “Inovasi dan Tantangan Menelisik Kepentingan Orang Muda Dalam Pemilihan Legislatif Di Maluku”, yang berlangsung di Pattimura Park. Sabtu (16/12/2023).

Kegiatan yang di selenggarakan Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku tersebut menghadirkan Lima (5) Calon Legislatif (Caleg) muda sebagai Narasumber untuk mengadu gagasan serta menyampaikan Visi dan Misi dari masing-masing kandidat.

Kegiatan ini merupakan “Program Democratic Resiliance (DemRes)” yakni dukungan dari Pemerintah Australia yang dijalankan oleh The Asia Foundation melalui mitra lokal yakni YPPM Maluku.

Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini merupakan kesiapan dari calon legislatif untuk melihat bagaimana membangun daerah kota ini sampai ke tingkat pusat.

“Kita harus memahami bahwa pemilu yang akan kita laksanakan di tahun 2024 merupakan sebuah media yang sangat penting, untuk itu kita harus memilih para calon pemimpin kita, baik itu presiden dan wakil presiden, tetapi juga para anggota legislatif mulai dari DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota yang ada di Indonesia”, ujarnya.

Untuk itu, kata Wattimena, dengan memanfaatkan sarana demokrasi seperti sekarang ini tentu melibatkan semua pihak, karena itu kita perlu mengharapkan pemilu yang bebas, umum, rahasia, jujur dan adil, sehingga kita bisa menghasilkan pemimpin berkualitas seperti yang kita inginkan.

Dijelaskan, untuk dapat mengetahui anggota legislatif yang berkualitas itu tidak bisa dilihat dari spanduk dan baliho yang dipasang, tetapi harus mendengar apa visi dan misi mereka, ide dan inovasi yang akan mereka buat untuk mensejahterakan masyarakat.

“Kalau mereka tidak mendapatkan tempat, wadah, untuk menyampaikan hal itu, maka kita bisa saja salah memilih,” terangnya.

Menurut Wattimena, debat kandidat merupakan sarana dan prasarana kepada masyarakat untuk mengetahui ide, gagasan mereka dalam menentukan pilihan mereka.

“Sebenarnya saya tidak melarang ASN untuk menghadiri kegiatan seperti ini, yang penting kita netral dan tidak menggunakan atribut partai yang menyalahi aturan yang sudah ditetapkan. Tepati kita juga ingin mendengar visi dan misi para pemimpin yang akan bertarung dalam pesta demokrasi 2024 nantinya”, tandasnya.

Diketahui dari kelima narasumber tersebut yakni, Ketrin Wokanubun dari, Partai PDIP dapil Ambon 1, Malik Raudhi Tuasamu, Caleg Partai PKS dapil Ambon 2, Debi Puspita Latuconsina, Caleg Partai PDIP dapil Maluku 3, Mahfud Latif, Caleg Partai PPP dapil Ambon 4 dan Femri Tuwanakotta, Caleg Partai Demokrat Dapil Kota Ambon 1. (KM02).

HOAKS JELANG PEMILU MAKIN DIGENCARKAN

HOAKS JELANG PEMILU MAKIN DIGENCARKAN

Agenda Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024 telah dimulai. Pemungutan suara yang terjadwal pada tanggal 14 Februari 2023 tinggal beberapa hari lagi. Menjelang Pemilu, seiring dengan hal itu Kominfo telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.

Pada perhelatan pemilu 2024 ini, pemerintah dan partai politik bersiap menyambut momen tersebut. Polisi, Media dan komunitas yang bergerak di isu hoax pun bersiaga mengamankan Pemilu, termasuk mengantisipasi penyebaran berita bohong atau hoaks.

Media sosial merupakan salah satu cara untuk menyebarkan berbagai macam informasi, benar atau salah, bohong maupun jujur. Berita bohong atau hoaks menjadi penyebaran informasi yang paling diantisipasi kepolisian. Sebab, dampak penyebaran berita bohong dapat mengakibatkan perpecahan antarwarga di negara Indonesia. Tentu kita lebih mengedepankan lebih baik melakukan pencegahan, untuk melakukan pencegahan itu kita lebih mengedepankan edukasi, upaya-upaya sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat.

Adapun dua cara yang dilakukan Polri, KPU, Bawaslu, LSM dan komunitas yang bergerak pada isu hoax yaitu primitif dan persuasif. Bentuknya untuk mengedukasi masyarakat agar tak mudah percaya dengan kabar yang beredar di media sosial. Saat mendapatkan informasi, masyarakat perlu mencermati sumber pengunggah maupun penyebarnya. Memberikan edukasi dan sosialisasi secara nyata maupun lewat dunia maya, mengingatkan seluruh elemen masyarakat untuk bijak menggunakan media sosial, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk yang bisa kena pelanggaran pidana. Dari sisi regulasi, pemerintah juga tidak tinggal diam. Saat ini sudah ada landasan hukum bagi penyebar hoaks dari kalangan masyarakat.

Sedang disusun sebuah aturan ke depan, yang akan memberikan sanksi denda bagi penyedia platform yang tidak cukup mengambil langkah menangkal hoaks. “Google, Facebook, maupun Youtube bisa kena sanksi hukum, yaitu denda, kalau mereka membiarkan platformnya dipakai untuk menyebarkan hoaks. Ini diterapkan, kalau sudah kita ingatkan tetapi mereka tetap membiarkan.

Hal ini mamacu pada UU ITE no 16 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dalam pasal 45A yang mengatur soal penindakan terhadap kasus penyebaran berita bohong. Pelaku yang menyebarkan informasi bohong terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Penyebaran hoaks dan disinformasi meski beragam, dapat ditemukan di beragam media sosial. kondisi itu harus menjadi perhatian bersama. Pasalnya, keberadaan hoaks mengenai Pemilu tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi namun berpotensi memecah belah bangsa. Sebagai salah satu bentuk information disorder, akibatnya Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya serta menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) antarwarga.

Selain hoax yang merajalela di kalangan masyarakat, ada juga misinformasi dan disinformasi. Menjelang Pemilu 2024 masyarakat perlu waspada akan kehadiran hoaks dan propaganda yang pada umumnya tersebar melalui media sosial (medsos). Karena berita hoaks sangat berbahaya dan memicu kerusuhan bagi masyarakat. Oleh karena itu perlu dicegah, agar yang kita harapkan bersama pemilu dapat berjalan dengan damai. Musuh kita adalah hoaks, makanya kita sangat sulit hanya dari pemerintah yang memerangi sendiri untuk men-take down informasi yang tidak benar. Satu tumbuhnya seribu, kita harus masuknya dari hulu kehilir dan semua masyarakat kita beri pengetahuan tentang hoaks.

Hoaks kini bahkan sudah menjadi bagian dari politik dan tidak bisa dipisahkan. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara. Trennya relatif sama, yaitu menggunakan hoaks secara sengaja untuk memprovokasi mayoritas.

Lantas bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat. Untuk mengatasi penyebaran hoax maka ada perlu beberapa langkah seiring dengan maraknya penyebaran berita hoax melalui media sosial membuat sebagian orang merasa cemas dan kurang percaya terhadap berita berita yang disebar, sehingga sulit membedakan antara fake or fact. Nah ini tips untuk kamu, anak Indonesia sebagai pelopor dan pelapor dalam mencegah penyebaran hoax, yaitu ;

  1. Kembangkan rasa penasaran setiap saat, jangan langsung menyebarkan suatu berita tanpa mengecek kebenarannya.
  2. Berhati-hati dengan judul berita yang Seringkali, berita hoax mempunyai judul yang mengandung sensasi, seperti menghasut.
  3. Konfirmasi keaslian alamat situs yang beredar. Ketika mendapatkan berita dari sebuah artikel, coba perhatikan tautannya.
  4. Periksa Faktanya. Seperti Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
  5. Cek keaslian Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
  6. Segera mengadu kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) jika menemukan berita hoax yang berpotensi memecah belah bangsa, cara menghubungi ponsel resmi dari KOMINFO yaitu aduankonten@mail.kominfo.go.id

Namanya media sosial sudah mencakup seluruh dunia bukan lagi lintas negara. Masyarakat memiliki peran penting untuk menangkal sebaran hoax, dalam upaya penangkalan hoax masyarakat harus terliterasi secara digital. Masyarakat yang mampu menyaring informasi dengan benar dapat secara signifikan membantu mengatasi penyebaran hoax dan disinformasi.

Oleh: Soleman Pelu ( Aktivis Sosial / Milenial Inklusif )

YPPM Maluku Gelar 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari HAM

YPPM Maluku Gelar 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari HAM

Masohi. Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku dalam Program Democratic Resilience (Demres) menjadi bagian dari peringatan Hari Anti kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) dengan menggelar Kampanye 16 (HKATP) dan Hari HAM. Kampanye yang bertemakan Eksistensi Perempuan Dalam Ranah Demokrasi itu di laksanakan di Aula Kampus Universitas Dr. Djar Wattiheluw pada Kamis (30/11/2023).

Hadir sebagai narasumber Rusman Angkotasan, birokrat dan tokoh pemuda serta Aipda Suherny Arwan, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Maluku Tengah. Peserta yang hadir adalah koalisi mitra Demres dan mahasiswa Universitas Dr. Djar Wattiheluw
Angkotasan menyampaikan perempuan memiliki potensi yang strategis dalam meningkatkan peran sertanya dalam pengambilan kebijakan dan pembangunan. Dikatakan perempuan harus mampu mengaktualisasi dirinya yaitu suatu proses yang penting untuk mengembangkan diri dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki “Dampak positif yang bisa dihasilkan dari proses aktualisasi diri ini diantaranya perempuan lebih terbuka, tidak kaku, memiliki etika personal dan tanggungjawab dan ketika sudah melalui proses aktualisasi diri, seseorang tidak akan menjadi orang yang diskriminatif terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap orang lain,” ungkap mantan Ketua Umum KNPI Malteng ini.
Angkotasan menjelaskan pada ranah demokrasi, peran dan eksistensi perempuan tidak boleh diragukan. “Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam bidang politik dimana kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan sebesar 30 % telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” ungkap Angkotasan.

Angkotasan mencontohkan Maluku sejak jaman perjuangan telah memiliki perempuan-perempuan tangguh dan cerdas, serta sudah berkiprah dalam dunia politik yaitu Ina Bala Wattimena, adalah politisi dan jurnalis perempuan pertama Maluku sekaligus anggota DPR-GR Kota Ambon.

Dikatakan kehadiran perempuan dalam ranah demokrasi memberikan keutuhan bagi demokrasi itu sendiri dimana kebijakan yang diambil akan selalu memperhatikan keberpihakan dan kepentingan kepada perempuan. “Peroide 2014 – 2019, keterwakilan perempuan di DPR-RI hanya 79 orang dari 560 anggota DPR RI terpilih dan periode 2019-2024 meningkat menjadi 120 orang dari totak 575 anggota terpilih, “ tandas Angkotasan.
Aipda Suherny, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres juga menyampaikan Pembangunan pemberdayaan perempuan bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan dan melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan. eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.

Dikatakan Unit PPA pada pada Polres adalah Unit yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya. “Peran polri dlm penanganan kekerasan terhadap perempuan yaitu pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual akan tetapi di dlm melakukan penanganannya harus memiliki prosedur khusus karena pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual beda penanganannya dengan kasus lain atau tindak pidana lain,” ungkap Suherny.

Suherny menjelaskan kendala yang biasanya dihadapi oleh kepolisian dalam penyelidikan kasus tindak kekerasan seksual ataupun kekerasan terhadap perempuan adalah adanya intimidasi pelaku kepada korban sehingga korban takut melapor ataupun tidak ada dukungan dari anggota keluarga. “Tidak banyak korban yang melapor karena diselesaikan secara damai yaitu dengan memberikan uang kepada korban atau juga kesulitan mencari identitas saksi karena disembunyikan,” jelas Suherny.

Suherny menjelaskan sepanjang tahun 2023, Polres Malteng mendapatkan laporan kekerasan seksual sebanyak 30 kasus dan semuanya terselesaikan secara hukum. Suherny menghimbau jika terjadi kekerasan terhadap perempuan atau terhadap anak, segera laporkan ke pihak berwajib.

KABAR POP

KABAR POP

Salam Organisasi Penggerak !

Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) melaksanakan program berjudul “Peningkatan Keterampilan Abad XXI Melalui Penguatan Karakter dan Literasi” sebagai bentuk implementasi Program Organisasi Penggerak yang menyasar 170 lembaga SD dan 414 orang peserta dari kepala sekolah dan guru di Kota Ambon, Provinsi Maluku.

“Fokus kegiatan POP YPPM adalah penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah. Hal ini berangkat dari kebutuhan khusus guru dan kepala sekolah di Kota Ambon yang masih minim menggunakan sistem pembelajaran yang merdeka,” terang Na’am Seknun, Penanggungjawab Program.

Na’am menjelaskan bahwa tantangan pada awal implementasi program adalah membentuk pemahaman terkait POP bagi peserta sasaran yang beranggapan bahwa POP justru akan menghambat satuan pendidikan. Hal ini dapat ditangani dengan pendekatan YPPM kepada peserta sasaran juga Disdik setempat terkait esensi POP.

Di tahun pertama, YPPM memberikan materi mengenai cakap literasi digital dan Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Tahun selanjutnya, YPPM memberikan materi terkait pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar untuk membuat media ajar. “PMM kami gunakan untuk mendorong inovasi dan kreativitas peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas. Tantangannya adalah tidak semua guru dan kepala sekolah melek teknologi,” jelas Na’am.

Di tahun terakhir, fokus YPPM adalah evaluasi dampak serta perubahan yang dirasakan oleh sekolah sasaran. Beberapa perubahan yang dapat dilihat diantaranya adalah guru dan kepala sekolah mulai menggunakan teknologi untuk pembelajaran di kelas, guru mampu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, serta peserta didik menjadi lebih aktif dalam berbagai kegiatan yang diinisiasi oleh guru di ruang kelas.

Na’am berharap program serupa POP dapat terus berlanjut untuk memastikan bahwa masyarakat di tingkat grassroot dapat terus merasakan dampaknya. “Jika POP berlanjut tentu akan lebih baik untuk memastikan keberhasilan projek dan dampak bisa dirasakan oleh sekolah-sekolah di luar sekolah sasaran,” ujarnya.

Mari bergerak bersama, tingkatkan kualitas hasil belajar siswa.

#ProgramOrganisasiPenggerak
#MerdekaBelajar
#DitjenGTK

ORANG MUDA, POLITIK DAN DEMOKRASI

ORANG MUDA, POLITIK DAN DEMOKRASI

Menurut KBBI apatis memiliki arti acuh tidak acuh, tidak peduli, masa bodoh. jadi apatis dapat diartikan sebagai suatu sikap tidak peduli dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya maupun dalam lingkup yang lebih luas. Karena itu, seseorang yang memiliki sikap apatis lebih cenderung asyik atau menikmati dunianya sendiri. Sehingga ia tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

Sikap apatis juga kita jumpai dalam wilayah politik. Apatis memang bukan hal baru di dunia perpolitikan khususnya Indonesia. Apatisme politik sudah ada sejak dulu, namun baru mulai dibahas ketika masa reformasi dimulai. Hingga kini apatisme politik tetap menjadi suatu hal yang masih layak untuk dibahas. Apalagi saat ini era serba digital, di mana setiap orang bebas mengakses informasi dan bebas menyuarakan pendapat di media sosial.
Yang dikhawatirkan adalah saat ini apabila sikap Apatis terjadi di kalangan anak muda. Padahal Anak muda sebagai cikal bakal penerus bangsa. Anak muda sangat dibutuhkan bagi kemakmuran bangsa, para kaum muda ini diharapkan mempunyai ide-ide yang kreatif untuk bisa merubah bangsa ini menjadi lebih baik.

Namun bagaimana jika generasi milenial ini malah menjadi apatis terhadap politik. Contohnya saja masih banyak generasi muda yang acuh tak acuh dalam politk dengan memutuskan untuk golput, hal ini berarti mereka enggan untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik di Indonesia, padahal satu suara saja dapat menentukan nasib bangsa kedepannya. Hal itu terjadi karena kaum muda masih menilai politik itu rebutan kekuasaan, urusan orang tua, korupsi, janji-janji politik.

Sehingga ia enggan masuk ke dunia politik dan menjadi apatis dalam politik. Dan apalagi akan memasuki tahun tahun politik. Dibalik itu semua, terdapat upaya yang bisa dilakukan dari segi Pemerintah salah satunya menyediakan akses atau fasilitas-fasilitas yang memadai kepada pemuda-pemuda untuk mendukung kegiatan politik, diantaranya memberikan pendidikan atau sosialisasi politik. Lalu generasi muda dibina untuk memiliki.

Menjelang tahun politik 2024, alih-alih mengembangkan partisipasi politik kritis yang radikal, disinyalir sebagian besar anak muda justru lebih banyak terlibat dalam aktivitas dan memerankan diri sebagai konsumen aktif berbagai produk industri budaya. Memang, internet dan bentuk media baru, termasuk Web 2.0, memiliki karakter bebas kontrol, nondiskriminatif, dan mengatasi kendala ruang. Namun, justru karena karakter itulah anak muda terbawa hasrat kesenangan semata. Di kalangan anak muda digital natives, aktivitas yang penuh dengan Playful surfing pada gilirannya justru memicu rasa ingin tahu yang malas (Supeli dalam Hardiman, 2010: 343), bahkan bukan tak mungkin melahirkan sikap yang apatis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perjuangan demokrasi. Menurut data pemilu menjelaskan keterlibatan orang muda dalam pemilu sebanyak 55%. Keterlibatan anak muda dalam berpartisipasi politik secara umum belum banyak berkembang. Kebanyakan anak muda cenderung apatis atau acuh tak acuh terhadap berita atau informasi politik.

Kesenjangan digital

Apa penyebab partisipasi politik anak muda cenderung rendah? Kesenjangan digital yang terjadi di kalangan anak muda ditengarai salah satu hal yang dipengaruhi dan memengaruhi partisipasi politik daring kelompok digital natives. John Shirley (1992) menyatakan, anak muda yang bersikap apatis cenderung jadi orang yang tak tertarik ide-ide demokrasi atau masyarakat madani, yang mengandung pemahaman tentang aturan main serta konsensus yang memegang peranan.
Kesenjangan digital yang terjadi di kalangan anak muda ditengarai salah satu hal yang dipengaruhi dan memengaruhi partisipasi politik daring kelompok digital natives.

Kesenjangan demokrasi

Menurut Noris (2001), salah satu isu yang perlu dicermati akibat dari kesenjangan digital adalah persoalan kesenjangan demokrasi, yaitu berkaitan dengan penggunaan internet untuk tujuan partisipasi politik.

Selama terdapat persoalan kesenjangan demokrasi, maka masih akan terjadi masalah karena kelompok-kelompok sosial yang termarjinalkan secara politis masih menonjol, dan mereka cenderung menarik diri dari aktivitas politik.

Jika internet sebagai teknologi digital diyakini menjadi media yang mempromosikan demokrasi, tentunya kelompok-kelompok dalam masyarakat sebagai bagian dari masyarakat madani dapat menggunakan potensi demokratis ini sebagai sarana untuk menyalurkan apa yang menjadi aspirasi sosial-politik mereka. Namun, lain soal jika kehadiran internet tak lagi steril dari kepentingan politik.

Orang Muda Ambil peran

Peran orang muda dalam gelaran pemilu dapat diaktualisasikan setidaknya ke dalam tiga posisi. Pertama, dengan melibatkan diri sebagai penyelenggara pemilu di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat daerah hingga tingkat desa. Manfaat yang dapat diperoleh dari peran sebagai penyelenggara pemilu adalah pengetahuan empiris dan teknis seputar penyelenggaraan pemilu. Para pemuda akan mengetahui bagaimana kesulitan-kesulitan yang dihadapi di lapangan sebagai penyelenggara pemilu.

Dengan melibatkan diri sebagai penyelenggara pemilu mereka juga akan menyadari bahwa bekerja sebagai penyelenggara tidak semudah yang terlihat. Lagi pula mereka sudah seharusnya merasa malu bila di lapangan masih ditemukan para penyelenggara pemilu yang didominasi oleh generasi berusia di atas 40an. Bagaimanapun pemilu yang berlangsung serentak ini menuntut kecepatan dan efisiensi kerja yang memerlukan fisik prima yang dimiliki para pemuda. Melalui perannya sebagai penyelenggara Pemilu, para pemuda berarti siap untuk menjadi bagian integral dari proses demokrasi.

Tantangan

Memangnya suara orang muda suda didengar?. Tantangan terbesar dalam pemilu yang akan dihadapi pemilih dari generasi orang muda saat ini; sejauh mana mereka mampu mempertahankan independensi pikiran di tengah serbuan opini dan propaganda di tahun politik. Yang paling dikhawatirkan ialah bila di antara para pemuda kita terbawa dan teracuni oleh sentimen-sentimen politik yang diproduksi elite. Termasuk di dalamnya pihak yang dengan sengaja mempersempit sudut pandang dan objektifitas yang dapat mempengaruhi para pemilih pemula.

Pemulihan Pola Pikir Orang Muda

Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkitdan pulih ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan, apakah ketidakberhasilan tersebut dihasilkan dari perencanaan yang tidak efisien atau situasi di luar kendali kita. Resiliensi juga merupakan kemampuan menghadapi situasi sulit dan bertumbuh dari pengalaman yang kurang positif dan dapat membuat kita mencapai tujuan. Salah satu langkah pertama dalam membangun resiliensi adalah mengakui situasi dan perasaan Anda. Dari sana, Anda dapat mengembangkan strategi untuk membantu Anda dalam menghadapi situasi yang tidak direncanakan ketika muncul kembali.

Menyadari bahwa hal-hal tidak selalu berjalan sesuai rencana akan membantu Anda mengatasi rintangan. Belajar untuk menghadapi hal-hal yang tak terduga secara langsung dan melihatnya sebagai tempat belajar dan bertumbuh. Jika sesuatu muncul dan tidak Anda rencanakan sebelumnya, maka Anda tidak akan dapat melupakannya! Kita tidak dapat cakap dalam segala hal! Akui kekuatan dan pencapaian Anda dan pandang kesulitan serta tantangan sebagai cara untuk berkembang lebih jauh.

Ini akan membantu Anda membangun optimisme.Satu hal penting untuk tidak membuang
waktu dan energi untuk menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi. Fokus pada apa yang
dapat Anda kendalikan dan tetap optimis untuk bergerak maju. Melihat hal yang tidak terduga dengan perspektif sebagai kemunduran sementara dan bukan keadaan permanen akan membuat Anda menjadi tangguh. Sangat penting untuk memiliki semangat dan berkomitmen dengan tujuan akhir Anda, karena hal ini akan membantu Anda melewati rintangan-rintangan di sepanjang jalan. Penting bagi pemimpin tim untuk mengembangkan pikiran positif, dan kepercayaan diri pada setiap individu. Beri semangat kepada tim untuk tidak fokus pada ketidakberhasilan dan tidak menyalahkan.

Sebaliknya, fokus kepada solusi dan pembelajaran. Buka kesempatan bagi anggota tim untuk mengembangkan hubungan yang solid dan menumbuhkan empati satu sama lain, hal ini akan membangun ketergantungan dan mendorong mereka untuk bekerja sama mengatasi rintangan.

Oleh : Soleman Pelu / Milenial Inklusif