082311771819 yppm.maluku@gmail.com
Bawaslu Maluku dan PPUAD Ajak Difabel Gunakan Hak Politiknya.

Bawaslu Maluku dan PPUAD Ajak Difabel Gunakan Hak Politiknya.

AMBON, JW.—Jumlah difabel di Maluku yang menggunakan hak politiknya pada pemilu naik turun. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku dan Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas (PPUAD) menjaka difabel aktif berpartisipasi dalam pemilu.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi menyebutkan, sebanyak 2.37 pemilih difabel yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) menyalurkan hak suara pada pemilihan gubernur 2018 silam. Terdiri dari laki-laki 1.020 dan perempuan 1.351.

Kala itu, tingkat partisipasi pemilih disabilitas cukup tinggi dibandingkan pemilih dengan kondisi fisik normal. Namun, berdasarkan hasil pleno KPU Maluku untuk pemilu serentak tahun 2019, terdapat sebanyak 1.378 pemilih disabilitas yang berhak menyalurkan hak pilihnya atau mengalami penurunan.

Menjelang pemilu 2024, Bawaslu Maluku dan PPUAD mengimbau kelompok difabel menggunakan hak politiknya. PPUAD merupakan lembaga yang beranggotakan penyandang disabilitas yang bersama pemerintah memperjuangkan dan mengawasi hak-hak politik disabilitas.

Keterangan Foto : Sosialisasi hak politik bagi penyandang disabilitas di Desa Batu Merah bersama Bawaslu dan Pejabat Desa Batu Merah, Ambon, Selasa, 28 Juni 2022

“Saudara-saudara penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya dalam menggunakan hak politiknya, bisa ikut Pemilu,” kata Ketua Bawsaslu Maluku, Astutty Usman Marasabessy di ruang kerjanya, 18 Mei 2022.

Lebih lanjut Atutty Usman mengatakan, Bawaslu Maluku bersama PPUAD yang bergerak dalam bidang Politik bagi penyandang disabilitas akan mengawasi Pemilu mendatang. “Tujuanya agar saudara- saudara disabilitas dapat memberikan hak politiknya sebagai warga negara,” ujarnya.

Menurut Astuty, selama ini hak politik bagi penyandang disabilitas tidak terlalu diperhatikan baik dalam kalangan keluarga maupun masyarakat. Bahkan bagi petugas-petugas yang di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, pasal 13 menyatakan bahwa, hak politik bagi penyandang disabilitas meliputi memilih dan dipilih dalam jabatan oolitik, menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan, berperan aktif dalam pemilu pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya, memperoleh aksesisibilitas pada sarana prasarana penyelenggaraan pemilihan gubernur, Walikota, Bupati dan lainnya, dan memiliki pendidikan politik.

Setiap orang yang menghalang–halangi dan atau melarang penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 143 dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,-(dua ratus juta rupiah). Karena itu, keluarga – keluarga disabilitas harus mendukung penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak politiknya.

“Di sisi lain pemerintah wajib menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik secara langsung atau melalui perwakilan,”pungkasnya.

Penulis : Mien Agisty Rumlaklak / JW Ambon

Mengintip Tradisi ‘Ta’u Nuollo’, Prosesi Unik Jelang Pernikahan Anak Negeri Siri Sori Islam

Mengintip Tradisi ‘Ta’u Nuollo’, Prosesi Unik Jelang Pernikahan Anak Negeri Siri Sori Islam

Keterangan Foto : Tradisi Kupas Kelapa

 

JW Masohi – Indonesia termasuk Priovinsi Maluku, menyimpan begitu banyak budaya dan tradisi yang ditularkan secara turun temurun.

Selain ciri khas bahasa daerah, kuliner dan berpakaian [busana], budaya serupa juga terjadi dalam prosesi pernikahan.

Salah satu diantarnya adalah proses menjelang acara perkawainan di Kabupaten Maluku Tengah.  Misalnya, tradisi ‘Ta’u Nuollo’ atau dalam Bahasa Indonesia berarti kupas kelapa.

Ta’u Nuollo merupakan tradisi unik yang memperkaya kearifan lokal yang berasal dari  Negeri Siri Sori Islam,  Kecamatan Saparua Timur,  Kabupaten Maluku Tengah.

Budaya gotong royong ini telah diwariskan turun temurun hingga generasi terkini. Tradisi ini terbilang unik, karena hanya dianut oleh warga Siri Sori Islam dan hampir terjadi setiap bulan, bila ada prosesi perkawinan anak yang merupakan warga Siri Sori Islam.

Seperti apa tradisi ini? ‘Ta’u Nuollo’ sebenarnya merupakan rangkaian atau tahapan dari sebuah proses yang disebut ‘Louwe Basudarao’ [kumpul orang sudara] yang dilakukan warga Siri Sori Islam dalam membantu setiap warga yang akan menikahkan anggota keluarganya.

Dalam acara ‘Louwe Basudarao’  menu utama yang populer dan disajikan kepada semua warga atau keluarga yang datang atau berkunjung dalam hajatan itu adalah nasi pulut ketan yang ditabur dengan kelapa bercampur gula merah [pulut unti].

Entah sejak kapan tradisi ini dimulai, namun dari penuturan sejumlah sumber, menu ini dipilih karena memiliki makna filosofis yakni pulut ketan yang melekat menggumpal melambangkan satu kesatuan [persatuan] orang saudara.

Uniknya, acara ‘Louwe Basudarao’ juga berlangsung sudah cukup lama. Konsepnya ibarat arisan, dimana semua warga Siri Sori Islam yang akan menjalankan prosesi pernikahan akan diawali dengan tahapan ini.

Keterangan Foto : Menu nasi ketan (pulut unti)

Bagi keluarga atau warga yang datang, pada acara ‘Louwe Basudarao’ akan menyumbangkan sejumlah uang sebagai upaya membantu keluarga yang akan menikahkan anaknya dan disuguhkan menu nasi ketan atau pulut unti ini.

Nah, karena menu utama dan favoritnya adalah nasi ketan dengan taburan kelapa dicapur gula merah itulah, maka penyediaan menu ini memerlukan daging buah kelapa dalam jumlah banyak.

Proses menyediakan daging buah kelapa inilah, kemudian terjadi tradisi ‘Tau Nu’ollo’ itu dilakukan. Tahapan ini, biasanya dilakukan belasan ibu rumah tangga yang datang sehari sebelumnya pada puncak acara “Louwe Basudarao itu.

Para ibu akan duduk bersila dan melakukan kegiatan mengikis kulit ari yang menempel pada bagian daging kelapa. Tujuannya agar hanya tersisa danging kelapa berwarna putih yang akan dimasak bersama pulut ketan.

Ibu Dja, salah satu sesepuh warga Siri Sori Islam di Kota Masohi kepada beritabeta.com mengaku, tradisi “Ta’u Nuollo’ ini sudah mengalami sedikt perubahan.

“Jaman dahulu, kelapa dikupas menggunakan pecahan piring kaca. Tetapi seiring berkembangnya teknologi, kelapa sekarang dikupas menggunakan pisau kecil atau parutan keju,” akuinya.

Menurutnya, kelapa yang sudah dikupas kemudian diparut dan diambil santannya sebagai bahan dasar campuran nasi pulut.

Dja mengaku, jika kulit ari yang menempel pada daging kelapa tidak dikupas, maka santan yang dihasilkan juga tidak sebagus.

“Biasanya santan yang berasal dari kelapa yang tidak dikupas banyak ampas atau residu dan berpengaruh pada warna santan yang tidak putih. Berikut juga akan berpengaruh pada nasi ketannya yang terlihat tidak menarik karena warnanya agak keabu-abuan,” bebernya.

Setelah daging kelapa yang menjadi bahan utama ini disiapkan, selajutnya para ibu kemudian bersiap untuk memasak nasi ketan yang ditabur ampas kelapa bercampur gula merah itu.

Menu ini juga disajikan dengan menggunakan kemasan yang terbuat dari daun pisang. Konon menu ini sudah menjadi menu yang wajib hadir di setiap acara ‘Louwe Basudarao’ dan usinya sebagai menu pavorit pun sudah mencapai ratusan tahun.

Karena menjadi menu utama, banyak dari warga Siri Sori Islam kerap memberi lebel, nasi ketan atau nasi pulut ini sebagai menu termahal, karena hanya ada saat tradisi ‘Louwe Basudarao’ itu berlangsung dan juga kehadirannya disaat warga hadir menyumbang sejumlah uang untuk membantu keluarga yang punya hajatan perkawinan. (*)

 

Penulis : Edha Sanaky, “Field Staff”,”JW Masohi”.

 

Bawaslu Pastikan Hak Disabilitas di Pemilu

Bawaslu Pastikan Hak Disabilitas di Pemilu

AMBON, — Dalam Pemilu, penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan manusia normal, yakni punya hak politik.

Guna memastikan hak-hak disabilitas, terpenuhi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku, akan menggandeng Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk sosialisasikan hak-hak disabilitas.

“Kenapa kita gandeng KPU, Karena secara teknis untuk mengatur hak-hak disabilitas terpenuhi terkhusus pada saat
tahapan pemungutan suara ada pada pada penyelenggara teknis, yakni KPU. Namun, kita (Bawaslu) juga harus memastikan penyandang disabilitas dapat menyalurkan hak politik mereka juga,” kata Ketua Bawaslu Maluku Astuti Usman, kepada Rakyat Maluku, Minggu, 5 Juni 2022.

Ia menilai, selama ini disabilitas kurang diperhatikan. Ini dapat dilihat saat Pemilu, di mana Tempat Pemungutan Suara (TPS) kurang memperhatikan akses bagi disabilitas.

“Nah, ini yang harus kita sampaikan sehingga kedepannya itu saudara-saudara disabilitas juga mendapat pelayanan yang baik dari petugas PPS,” ujarnya.

Tidak hanya KPU, sambung Astuti Usman, Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LSM YPPM) Maluku, sudah digandeng Bawaslu. Apalagi, Program LSM ini sejalan dengan Bawaslu.

Bawaslu, tambah Astuti, sebagai pengawas Pemilu harus memastikan hak-hak warga terpenuhi. Bawaslu juga juga wajib melibatkan masyarakat dalam mengawasi Pemilu, sebagaimana slogan Bawaslu, yakni bersama Rakyat Awasi Pemilu.

“Bawaslu akan meletakan mitra pada semua elemen masyarakat untuk bersama melakukan pencegahan. Salah satunya bersama mitra Bawaslu akan terus memberikan pendidikan politik kepada masyarakat sejak dini agar masyarakat dapat memahami tugas dan fungsinya,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, KPU RI telah menjadwalkan pentahapan Pemilu. Dimulai dari pendaftaran partai politik pada Agustus 2022, hingga rekapitulasi perolehan suara tanggal 15 Februari- 20 Maret 2024. (AAN)

Sumber Berita : RAKYATMALUKU.COM

Demokrasi Indonesia Melemah, Pemuda Harus Berpartisipasi Aktif

Demokrasi Indonesia Melemah, Pemuda Harus Berpartisipasi Aktif

Keterangan foto : Puluhan pemuda dari sejumlah daerah di Indonesia mengikuti diskusi dan sharing session pada ” A.E. Priono Democracy Forum” yang diselenggarakan oleh ublic Virtue Research Institute (PVRI) dan The Asia Foundation di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta, 22-24 April 2022.

 

Ambon, JW.—Indeks demokrasi Indonesia menurun dalam dua tahun terakhir. Pemuda diminta bergerak dan mendorong partisipasi masyarakat sipil demi penguatan demokrasi nasional maupun di aras lokal. Hal itu mengemuka dalam kegiatan A.E. Priono Democracy Forum

yang diselenggarakan oleh ublic Virtue Research Institute (PVRI) dan The Asia Foundation di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta, 22-24 April 2022 lalu. Sebanyak 30 pemuda hadir sebagai peserta, yang terdiri dari 22 siswa dari Lab School Of Democracy (LSOD), dan 8 lainnya merupakan Champion dari Mitra Lokal The Asia Foundation, yakni GERAK,YLKIS,SVRI,YPPM Maluku.

Direktur Eksekutif PVRI, Miya Irawati mengatakan, selain untuk mengawal demokrasi dan terlaksananya Pemilu tahun 2024, kegiatan ini juga bertujuan untuk melibatkan orang muda dari berbagai daerah di Indonesia yang bergerak di berbagai isu demokrasi  untuk aktif  dalam memujudkan ketahanan demokrasi. Sebab, demokrasi Indonesia telah menunjukkan indikasi penurunan dari tahun ke tahun.

Kondisi ini diperparah lagi dengan munculnya wacana penundaan pemilu yang mengindikasikan adanya keinginan dari elit untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara melawan konstitusi.

“Olehnya sebab itu Keterlibatan orang muda dalam ketahanan demokrasi menjadi sangat penting, terutama dalam upaya  mendorong partisipasi masyarakat sipil dari berbagai kalangan untuk ikut mengawal jalannya demokrasi,”jelasnya.

Anggota Dewan Pembina Parledem, Titi Anggriani, juga memaparkan situasi demokrasi saat ini. “Ternyata kinerja demokrasi kita menurun, yang dikontribusikan dari aspek kebebasan sipil yang menyempit dan anti korupsi, atau perilaku korupsi yang menguat,”ungkapnya.

Ia juga menjelaskan tentang waacana penundaan pemilu 2024 secara tidak langsung akan menjadi dampak buruk bagi demokrasi ini. Juga bertentangan dengan konstitusi dan semangat pembatasan kekuasaan.

Ia juga menyayangkan bahwa wacana tersebut dimainkan oleh para elit politik dan juga pejabat publik yang mestinya  menjadi contoh bagi masyarakat soal kepatuhan, komitmen, ketaatan dan konstitensi dalam  mematuhi semangat atau prinsip konstitusionalisme berdemokrasi. Bila penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden bisa terjadi, akan menjadi preseden buruk  bagi demokrasi.

“Saya berharap pemuda, rakyat makin kritis terhadap ketaatan negara demokrasi kita  sehingga kita tidak mudah dimanipulasi oleh informasi yang membawa kita ke kemunduran demokrasi,”paparnya.

Parpol Menggali Kuburnya Sendiri

Hal lain yang dibicarakan dalam diskusi tersebut adalah isu penundaan pemilu 2024. Menurut Titi, gagasan penundaan Pemilu  sebagai ekspresi dari kelompok kepentingan dalam kekuasaan yang ingin memuaskan syahwat politik dan terus menikmati candu kekuasaan.

Kata mantan penyelenggara pemilu 1999, itu,  tidak ada alasan yang signifikan mengesahkan gagasan penundaan sebagai keputusan politik. “Apabila dipaksakan, ini justru menghancurkan demokrasi dan ekonomi nasional,”tandasnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Gajah Mada (UGM)Zainal Arifin Mochtar mengatakan, penundaan Pemilu justru mengganggu stabilitas ekonomi dan politik. Akan berdampak pada kesempatan kerja, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan.

Ia menyatakan, menggagas penundaan pemilu yang didasarkan kepentingan jangka pendek harus dijauhi, dihindari dalam alam demokrasi yang berasas Pancasila, yang menjalankan politik berbasis ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan atau politik adilihung.

Menunda pemilu bukan hanya tak baik bagi demokrasi, melainkan juga bagian dari menggali kubur sendiri bagi partai politik dan aktornya. Bagi partai politik yang ingin mengusung ketua umum mereka maju pilpres tentu langkah blunder.

“Alih-alih meraup simpati yang didapat malah sebaliknya. Banjir kecaman dan hujatan datang tanpa henti. Meski tak punya jagoan pilpres, tapi sangat merusak citra partai politik,”jelasnya.

Namun, lanjut dia, beruntung bangsa ini memiliki kelompok kritis yang terus berdenyut. Selalu pasang badan melawan elite politik yang kerap zig-zag bermanuver merusak kualitas demokrasi serta mengabaikan suara rakyat. (*)

Penulis : Soleman Pelu (JW Ambon/Mafindo Maluku)