Keterangan foto : Puluhan pemuda dari sejumlah daerah di Indonesia mengikuti diskusi dan sharing session pada ” A.E. Priono Democracy Forum” yang diselenggarakan oleh ublic Virtue Research Institute (PVRI) dan The Asia Foundation di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta, 22-24 April 2022.
Ambon, JW.—Indeks demokrasi Indonesia menurun dalam dua tahun terakhir. Pemuda diminta bergerak dan mendorong partisipasi masyarakat sipil demi penguatan demokrasi nasional maupun di aras lokal. Hal itu mengemuka dalam kegiatan A.E. Priono Democracy Forum
yang diselenggarakan oleh ublic Virtue Research Institute (PVRI) dan The Asia Foundation di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta, 22-24 April 2022 lalu. Sebanyak 30 pemuda hadir sebagai peserta, yang terdiri dari 22 siswa dari Lab School Of Democracy (LSOD), dan 8 lainnya merupakan Champion dari Mitra Lokal The Asia Foundation, yakni GERAK,YLKIS,SVRI,YPPM Maluku.
Direktur Eksekutif PVRI, Miya Irawati mengatakan, selain untuk mengawal demokrasi dan terlaksananya Pemilu tahun 2024, kegiatan ini juga bertujuan untuk melibatkan orang muda dari berbagai daerah di Indonesia yang bergerak di berbagai isu demokrasi untuk aktif dalam memujudkan ketahanan demokrasi. Sebab, demokrasi Indonesia telah menunjukkan indikasi penurunan dari tahun ke tahun.
Kondisi ini diperparah lagi dengan munculnya wacana penundaan pemilu yang mengindikasikan adanya keinginan dari elit untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara melawan konstitusi.
“Olehnya sebab itu Keterlibatan orang muda dalam ketahanan demokrasi menjadi sangat penting, terutama dalam upaya mendorong partisipasi masyarakat sipil dari berbagai kalangan untuk ikut mengawal jalannya demokrasi,”jelasnya.
Anggota Dewan Pembina Parledem, Titi Anggriani, juga memaparkan situasi demokrasi saat ini. “Ternyata kinerja demokrasi kita menurun, yang dikontribusikan dari aspek kebebasan sipil yang menyempit dan anti korupsi, atau perilaku korupsi yang menguat,”ungkapnya.
Ia juga menjelaskan tentang waacana penundaan pemilu 2024 secara tidak langsung akan menjadi dampak buruk bagi demokrasi ini. Juga bertentangan dengan konstitusi dan semangat pembatasan kekuasaan.
Ia juga menyayangkan bahwa wacana tersebut dimainkan oleh para elit politik dan juga pejabat publik yang mestinya menjadi contoh bagi masyarakat soal kepatuhan, komitmen, ketaatan dan konstitensi dalam mematuhi semangat atau prinsip konstitusionalisme berdemokrasi. Bila penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden bisa terjadi, akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi.
“Saya berharap pemuda, rakyat makin kritis terhadap ketaatan negara demokrasi kita sehingga kita tidak mudah dimanipulasi oleh informasi yang membawa kita ke kemunduran demokrasi,”paparnya.
Parpol Menggali Kuburnya Sendiri
Hal lain yang dibicarakan dalam diskusi tersebut adalah isu penundaan pemilu 2024. Menurut Titi, gagasan penundaan Pemilu sebagai ekspresi dari kelompok kepentingan dalam kekuasaan yang ingin memuaskan syahwat politik dan terus menikmati candu kekuasaan.
Kata mantan penyelenggara pemilu 1999, itu, tidak ada alasan yang signifikan mengesahkan gagasan penundaan sebagai keputusan politik. “Apabila dipaksakan, ini justru menghancurkan demokrasi dan ekonomi nasional,”tandasnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Gajah Mada (UGM)Zainal Arifin Mochtar mengatakan, penundaan Pemilu justru mengganggu stabilitas ekonomi dan politik. Akan berdampak pada kesempatan kerja, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan.
Ia menyatakan, menggagas penundaan pemilu yang didasarkan kepentingan jangka pendek harus dijauhi, dihindari dalam alam demokrasi yang berasas Pancasila, yang menjalankan politik berbasis ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan atau politik adilihung.
Menunda pemilu bukan hanya tak baik bagi demokrasi, melainkan juga bagian dari menggali kubur sendiri bagi partai politik dan aktornya. Bagi partai politik yang ingin mengusung ketua umum mereka maju pilpres tentu langkah blunder.
“Alih-alih meraup simpati yang didapat malah sebaliknya. Banjir kecaman dan hujatan datang tanpa henti. Meski tak punya jagoan pilpres, tapi sangat merusak citra partai politik,”jelasnya.
Namun, lanjut dia, beruntung bangsa ini memiliki kelompok kritis yang terus berdenyut. Selalu pasang badan melawan elite politik yang kerap zig-zag bermanuver merusak kualitas demokrasi serta mengabaikan suara rakyat. (*)
Penulis : Soleman Pelu (JW Ambon/Mafindo Maluku)
Komentar Terbaru