Keterangan : Warga Negeri Waai, Kecamatan Salahutu yang sedang memainkan musik terompet sambil bernyanyi lagu Gandong saat atraksi tradisi Pukul Sapu Lidi di Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, Senin, 9 Mei 2022
Ambon, JW – Senin (9/5) sore itu lautan manusia memenuhi sepanjang jalan Negeri (Desa) Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah untuk melakukan arak-arakan keliling kampung). Tidak memandang latar belakang agama, umur, bahkan laki-laki atau perempuan, masyarakat Desa Waai dan Morella berjalan beriringan.
Bunyi terompet yang menggelegar, memimpin di depan diikuti massa yang saling merangkul satu sama lain. Senyum terpancar mengiringi langkah-langkah kaki sambil menyanyikan lagu Gandong. Masyarakat Waai-Morella yang terikat dalam hubungan Pela (bersama-sama memaknai indahnya kebersamaan.
Potret ini dapat dijumpai dalam acara Pukul Sapu Lidi yang dilaksanakan setiap tahun di Negeri Morella, pada 7 syawal atau tujuh hari setelah lebaran. Hubungan Pela antara negeri Waai berpenduduk Kristen dan Morella yang merupakan negeri Islam sangatlah erat.
Pela adalah kearifan lokal di Maluku yang masih ada dan dilestarikan hingga saat ini. Pela merupakan ikatan adat antar negeri yang satu dengan yang lain sejak dahulu yang menekankan pada hubungan persaudaraan.
Hubungan antara Waai-Morella sudah ada sejak zaman para leluhur. Keakraban itu dapat dijumpai hingga saat ini. Apabila terdapat peristiwa penting di satu negeri seperti acara adat, negeri pela biasanya menghadiri acara tersebut. Ini adalah cara memelihara hubungan antara dua negeri.
Rangkaian acara atraksi Pukul Sapu Lidi yang dalam bahasa daerah Morella disebut Palasa atau Baku Pukul Manyapu merupakan ritual adat yang dimulai dari pagi dengan diadakannya karnaval berupa pertunjukan budaya negeri seperti tari-tarian, permainan tradisional, dan lainnya. Atraksi yang sudah dilakukan sejak tahun 1646 M ini sangat ramai karena dihadiri oleh ribuan penonton dari domestik maupun mancanegara.
Masyarakat Waai yang hadir tampak dari belasan mobil angkutan umum trayek Waai terpantau parkir di sepanjang jalan Negeri Morella.
“Sebagai pela katong (kita) turut hadir di dalam penyelenggaraan pukul sapu. Kalau orang Waai yang lain masih dalam perjalanan dengan dorang (mereka) punya kendaraan pribadi, dan mobil angkutan umum,” Ujar Nanang, wanita paruh baya asal Waai saat ditemui bersama rombongan di rumah Raja Negeri Morella.
Masyarakat Waai hadir dengan membawa paduan terompet untuk mengiringi atraksi pukul sapu. Di Maluku, paduan terompet sangat identik dengan negeri kristen karena merupakan tradisi gereja.
Saat acara dimulai, nyaring terdengar puji-pujian terompet berpadu dengan bunyi sabetan lidi di badan peserta pukul sapu lidi. Hal ini menggambarkan betapa indahnya kebersamaan Pela.
Adrenalin penonton ikut berpacu saat pukul sapu yang diiringi dengan semangat lagu daerah yang menggelegar dari paduan terompet. Hal Ini merupakan sebuah bentuk toleransi dan keunikan dalam memelihara hubungan persaudaraan yang erat diantara kedua negeri tersebut.
Menurut pemimpin paduan terompet, Topi Matakupan (69) suksesnya acara adat Negeri Morella tersebut juga merupakan tanggungjawab masyarakat Waai. Ia bahkan sudah berpartisipasi dalam acara ini sejak masa mudanya dengan mengikuti jejak ayahnya yang juga merupakan pemimpin paduan alat musik.
“Kehadiran katong orang Waai sudah sejak dahulu. Ini suatu tradisi turun-temurun. Dua tahun terakhir (2020-2021), katong tidak bisa hadir karena pembatasan COVID-19. Tapi tahun ini dengan berkurangnya kasus dan peringanan pembatasan, maka katong hadir kembali,” sahut Topi.
Kehadiran masyarakat Waai sangat dinantikan oleh masyarakat Morella. Ini merupakan upaya untuk merawat dan melestarikan hubungan Pela antar dua negeri.
Salah satu anak muda Morella, Fitri yang juga ikut dalam arak-arakan mengungkapkan rasa haru atas kesediaan masyarakat negeri Waai yang turut hadir dalam momen itu.
“Katong punya saudara-saudara pela yang datang dari Waai, katong terima deng sukacita dalam kebersamaan katong harus terus pelihara hubungan ini yang sudah leluhur ikat,” harap Fitri.
Raja Negeri Morella, Yasir Fadil Sialana saat diwawancara melalui telepon, Minggu (29/5) menyampaikan harapannya terhadap hubungan Waai dan Morella kedepan.
“Waai dan Morella adalah Pela Gandong (kandung) dan punya hubungan darah adik dan kakak. Sebagai saudara, katong satu rasa sayang yang lain. Kedepan semoga keakraban ini bisa terus terjalin dan dipererat, terlebih bagi generasi muda kedua negeri,” tegasnya.
Tidak hanya lewat peristiwa tahunan Pukul Sapu Lidi, upaya memelihara hubungan antar pela Waai-Morella terjadi pasca-konflik Maluku di tahun 2003. Saat itu, masyarakat Morella ikut membawa pulang masyarakat Waai ke negerinya dari pengungsian di Passo.
Adapun pembangunan dan peresmian gereja Damai Negeri Waai dan Masjid baru di Morella juga melibatkan satu sama lain. Hubungan emosional antara kedua negeri sangatlah kuat.
Dilansir dari Tribun Maluku (26/11/21), Gubernur Maluku Murad Ismail mengatakan budaya Pela Gandong juga merupakan budaya perekat hidup antar umat beragama yang rukun, karena menjunjung tinggi nilai dan norma baku yang hidup dalam masyarakat adat.
“Ada dan tradisi pela merupakan rangkaian aktivitas pela dan gandong, dapat dikatakan sebagai pranata yang berfungsi sebagai ikatan hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk dari dua negeri atau lebih berdasarkan adat, juga dapat menunjuk pada ikatan persaudaraan antar negeri Kristen dan Islam,” tambahnya.
Atraksi Pukul Sapu Lidi yang diiringi paduan terompet dan arak-arakan masyarakat Waai-Morella di penghujung acara menjadi pemandangan tersendiri bagi setiap tamu yang datang. Saat itu langit semakin redup, namun sukacita dalam kebersamaan tak sedikitpun terkikis. Nyanyian dan tiupan terompet lagu gandong terus berulang tak henti-hentinya.
Penulis : Harry Wellsy Bakarbessy (Jurnalis Warga Ambon)
Komentar Terbaru