082311771819 yppm.maluku@gmail.com

(YPPM) Maluku, saat menggelar Focus Discussion Group (FGD) membahas tentang tentang literasi digital/media dengan melibatkan kalangan anak muda di Café Sianida Kota Masohi, Sabtu (06/08/2022).

Masohi – Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku, kembali menggelar Focus Discussion  Group (FGD) membahas tentang tentang literasi digital/media dengan melibatkan kalangan anak muda di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).

Kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan literasi digital kalangan anak muda ini, digelar di Café Sianida Kota Masohi, Sabtu (06/08/2022).

FGD melibatkan sejumlah pihak, antaranya perwakilan dari Forum Disabilitas Maluku Tengah, komunitas anak muda yang tergabung dalam Koalisi Pamahanunusa, serta mitra Program Democratic Resilience (Demres) di Kota Masohi.

YPPM Maluku dalam kegiatan ini, bertujuan untuk menularkan pengetahuan tentang analisa dan indentifikasi berita hoaks [bohong) yang makin marak terjadi di tengah masyarakat.

Dalam paparnya sebagai narasumber pada FGD ini, Soleman Pelu dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menguraikan, mudahnya masyarakat dalam mengakses informasi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan literasi digital yang baik,  akan dapat menyebabkan kesalahan dalam penyebaran informasi  dan  tidak terkontrol.

”Hoaks tersebar di seluruh dunia maya, baik melalui media sosial maupun aplikasi percakapan dan sebagai masyarakat awam, kita pun bisa terpapar atau bahkan menyebarkan hoaks tersebut ke orang lain,” ungkap Soleman.

Menurut dia, penyebaran berita bohong, baik berupa misinformasi maupun disinformasi di saluran platform media social, tak lain  disebabkan karena tingkat literasi digital/media masyarakat atau pengguna media di Indonesia masih rendah.

“Ini karena masyarakat dan pengguna media kurang memiliki kemampuan mengidentifikasi hoaks, serta rentan ikut menyebarkan informasi hoaks,” tandasnya.

Ia mengungkap, terdapat beberapa cara atau tips sederhana untuk membedakan mana berita hoaks dan berita asli.

Dikatakan, diperlukan kehati-hatian dengan melihat judul yang provokatif, cermati alamat situs, periksa fakta melalui hoax buster tools, serta cek keaslian foto jika berita tersebut menggunakan foto.

“Bisa melalui Google Reverse Image untuk mengecek keaslian foto,” jelas Soleman.

Semnetara itu salah satu, Thomas Madilis ikut membagikan pengalamannya saat ditangkap pihak berwajib karena dianggap menyebarkan ujaran kebencian.

Thomas menyampaikan pentingnya kecakapan dan pengetahuan tentang literasi digital dalam bermedia sosial yang baik sehingga terhindar dari jeratan UU tentang ITE.

Thomas Madilis ditangkap karena mengunggah di status media sosialnya tentang pelaksanaan Rekor Muri Minum Jus Pala yang diselenggarakan Polda Maluku.

Adapun isi status medsos Thomas tersebut adalah :

‘Ya Tuhan, ada apa dengan TNI Polri di Maluku. Kenapa menjadi gila Muri’.

Kemudian, “Orang Maluku itu jago makang puji, makamnya kejar rekor muri sabarang sabarang. Habis makan papeda sekarang minum pala. Padahal pala kalah dari aceh, sagu kala dari riau mar paleng biking diri karas. Coba rekor tanam sagu ka pala terbanyak supaya kuota penghasil itu jadi nomor satu, masa untuk memikir hal begini saja sulit. _marsutalalulaituangala” tulis Madilis.

Saat itu, kata dia,  polisi mengenakan pasal berlapis terhadap Thomas  dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. Tersangka dikenakan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946.

Kemudian Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA),” (*)

Penulis : Edha Sanaky