082311771819 yppm.maluku@gmail.com

Ibu Loisa (duduk di kursi roda) saat mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maluku dan Clerry Cleffy Institute di Ambon. (Mien Rumalaklak/JW Ambon)

AMBON,JW. – Di dalam bilik tempat pemungutan suara (TPS), Ibu Loisa (60) terdiam hening. Ia masih mengingat-ingat penjelasan petugas sesaat sebelum ke bilik itu. Tak lama kemudian dia menggunakan paku yang ada di tangannya untuk memilih presiden pilihannya.

Perlahan ia keluar dari TPS dengan kursi rodanya. Senyum lebar terlihat dari bibirnya. Ini adalah pengalamannya selama hidup menggunakan hak pilihnya. Ibu Loisa adalah seorang penyandang disabilitas  memakai kursi roda. Sehari-hari ia bekerja sebagai penjahit.

Hari itu, 19 April 2019 untuk pertama kalinya ia menggunakan hak pilihnya. Saya memeluknya bahagia usai keluar dari bilik TPS.  Tak sia-sia rasanya, meyakinkan Ibu Louisa ini untuk menggunakan hak pilihnya. Selama hidupnya, ia tak punya kesempatan bahkan tak tahu bisa ikut Pemilu. “Saya punya jari hitam,” katanya tertawa menunjukkan jarinya.

Hari itu, saya menjemputnya untuk datang ke TPS. Ia memakai celana warna orange motif kembang-kembang, dengan kaos putih. Kedatangannya bahkan membuat pengurus RT yang jadi panitia terkaget-kaget, karena selama ini oleh keluarga, Ibu Loisa tidak pernah diajak untuk datang ke TPS atau menggunakan hak pilihnya.

“Saya sudah umur 60 tahun, hari ini baru pernah saya pergi ke TPS untuk memberi hak politik, saya merasa senang sekali karena ibu Mien bersama dengan saya,” kata Ibu Loisa kepada saya. Sebagai Ketua Himpunan Wanita Disabilitas  Indonesia (HWDI) Provinsi Maluku, saya lebih merasa bahagia, Ibu Loisa merasakan kebahagiaan.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku, Rifan Kubangun mengatakan bahwa,  masyarakat  disabilitas mempunyai hak politik yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu bagi petugas di TPS harus mempunyai perhatian lebih melayani penyandang disabilitas  yang  akan memberi hak politiknya  ketika pemilihan  umum nanti.

Hal tersebut disampaikan Rifan Kubangun  dalam  seminar Sosialisasi  Hak  Politiknya untuk  penyandang Disabilitas  di hotel Pasific  Kota Ambon  Rabu 9/9/2019.   “Penyandang Disabilitas  sebagai masyarakat  selama ini  kurang diperhatikan dalam  semua tahapan Pemilu,“ kata Rifan Kubangun.

Lebih lanjut, Rifan mengatakan belajar  dari proses  pemilihan presiden, gubernur, walikota, bupati dan juga anggota Legislatief di Indonesia, termasuk di Provinsi Maluku  menunjukkan  perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas belum menjadi isu strategis. Terutama bagi para kandidat yang belum melibatkan penyandang disabilitas  sebagai konstituen.  Sehingga  Kebijakan  yang  lahir belum dapat melindungi  dan menjawab  hak-hak penyandang disabilitas  seperti yang tercantum dalam UU  RI   Nomor 8 Tahun 2016.

“Diharapkan  Pemerintah Maluku melihat arti dari UU  RI  N0.8 Tahun 2016,  agar masyarakat  Penyandang Disabilitas  di Maluku merasakan manfaat dari  undang –  uandang  tersebut” imbuh Rifan.

Penyandang Disabilitas dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 disebut  mempunyai  5 ragam disabilitas  seperti; fisik,  Intelektual, sensorik, mental  dan psikososial. Yang paling menyolok,  hak bagi Penyandang Disabilitas  mental  kearena mereka tidak mendapat hak politiknya. Padahal  sesuai dengan pasal  13  undang-undang tersebut, mereka juga  memiliki hak politik.   Ini belum banyak dipahami  oleh  masyarakat  umum maupun   ASN  di Maluku. (*)

 

Penulis : Mien Rumlaklak (JW Ambon/HWDI)