Ibu Loisa (duduk di kursi roda) saat mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maluku dan Clerry Cleffy Institute di Ambon. (Mien Rumalaklak/JW Ambon)
AMBON,JW. – Di dalam bilik tempat pemungutan suara (TPS), Ibu Loisa (60) terdiam hening. Ia masih mengingat-ingat penjelasan petugas sesaat sebelum ke bilik itu. Tak lama kemudian dia menggunakan paku yang ada di tangannya untuk memilih presiden pilihannya.
Perlahan ia keluar dari TPS dengan kursi rodanya. Senyum lebar terlihat dari bibirnya. Ini adalah pengalamannya selama hidup menggunakan hak pilihnya. Ibu Loisa adalah seorang penyandang disabilitas memakai kursi roda. Sehari-hari ia bekerja sebagai penjahit.
Hari itu, 19 April 2019 untuk pertama kalinya ia menggunakan hak pilihnya. Saya memeluknya bahagia usai keluar dari bilik TPS. Tak sia-sia rasanya, meyakinkan Ibu Louisa ini untuk menggunakan hak pilihnya. Selama hidupnya, ia tak punya kesempatan bahkan tak tahu bisa ikut Pemilu. “Saya punya jari hitam,” katanya tertawa menunjukkan jarinya.
Hari itu, saya menjemputnya untuk datang ke TPS. Ia memakai celana warna orange motif kembang-kembang, dengan kaos putih. Kedatangannya bahkan membuat pengurus RT yang jadi panitia terkaget-kaget, karena selama ini oleh keluarga, Ibu Loisa tidak pernah diajak untuk datang ke TPS atau menggunakan hak pilihnya.
“Saya sudah umur 60 tahun, hari ini baru pernah saya pergi ke TPS untuk memberi hak politik, saya merasa senang sekali karena ibu Mien bersama dengan saya,” kata Ibu Loisa kepada saya. Sebagai Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Maluku, saya lebih merasa bahagia, Ibu Loisa merasakan kebahagiaan.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku, Rifan Kubangun mengatakan bahwa, masyarakat disabilitas mempunyai hak politik yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu bagi petugas di TPS harus mempunyai perhatian lebih melayani penyandang disabilitas yang akan memberi hak politiknya ketika pemilihan umum nanti.
Hal tersebut disampaikan Rifan Kubangun dalam seminar Sosialisasi Hak Politiknya untuk penyandang Disabilitas di hotel Pasific Kota Ambon Rabu 9/9/2019. “Penyandang Disabilitas sebagai masyarakat selama ini kurang diperhatikan dalam semua tahapan Pemilu,“ kata Rifan Kubangun.
Lebih lanjut, Rifan mengatakan belajar dari proses pemilihan presiden, gubernur, walikota, bupati dan juga anggota Legislatief di Indonesia, termasuk di Provinsi Maluku menunjukkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas belum menjadi isu strategis. Terutama bagi para kandidat yang belum melibatkan penyandang disabilitas sebagai konstituen. Sehingga Kebijakan yang lahir belum dapat melindungi dan menjawab hak-hak penyandang disabilitas seperti yang tercantum dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2016.
“Diharapkan Pemerintah Maluku melihat arti dari UU RI N0.8 Tahun 2016, agar masyarakat Penyandang Disabilitas di Maluku merasakan manfaat dari undang – uandang tersebut” imbuh Rifan.
Penyandang Disabilitas dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 disebut mempunyai 5 ragam disabilitas seperti; fisik, Intelektual, sensorik, mental dan psikososial. Yang paling menyolok, hak bagi Penyandang Disabilitas mental kearena mereka tidak mendapat hak politiknya. Padahal sesuai dengan pasal 13 undang-undang tersebut, mereka juga memiliki hak politik. Ini belum banyak dipahami oleh masyarakat umum maupun ASN di Maluku. (*)
Penulis : Mien Rumlaklak (JW Ambon/HWDI)
Komentar Terbaru