Konflik Kariu dan Ori, desa dan dusun bertetangga di Kecamatan Pulau Hauruku, sudah berlalu. Tapi, ada catatan penting dari konflik ini yaitu penyebaran berita bohong atau hoaks yang sempat memperkeruh keadaan dan nyaris menimbulkan konflik lanjutan. Tulisan ini dibuat untuk tujuan edukasi.
***
Jumat, 26 Januari 2022, pukul 09.94 WIT, sebuah pesan dari Ari masuk ke grup WhatsApp Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Wilayah Maluku. Seketika semua anggota grup memfokuskan percapakan setelah membaca pesan tersebut.
“Kawan-kawan tolong pantau semua grup. Info provokatif dan ujaran kebencian sedang terbaran,”.
“Iya. Soal bentrok Ori dan Kariu?,”respon seorang teman di dalam grup. “Yup (iya),”Ari menimpali.
Ari adalah relawan MAFINDO Maluku. Ia mendapatkan pesan berantai dan video seputar konflik Kariu dan Ori yang meletup pada Jumat dini hari. Tujuan membagikan ke grup agar segera disikapi oleh relawan MAFINDO dan tidak terhasut hoaks serta membuat bantahan atau klarifikasi.
Pesan dari Ari, diikuti dengan beragam informasi dari anggota grup lainnya terkait bentrok dua kampung yang dulunya berdamai itu. Terutama yang masih diragukan kebenarannya agar segera dikonter lewat media sosial, supaya tidak menimbulkan kepanikan dan keresahan masyarakat.
Saat saya sedang memantau perkembangan kabar di media sosial, tetiba ada telepon dari seorang teman, yang mengatakan warga Negeri (Desa) Hitu, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah telah diparangi di wilayah Desa Passo, Kota Ambon. Tentu, saya tidak percaya dan menyuruh dia mengecek kebenaran informasi itu, yang ternyata adalah hoaks.
Tak lama setelah saya menerima telepon dari teman tadi, Ernawati Suatrat, relawan Mafindo Maluku, membagikan kabar lainnya di grup. “Sudah beredar (informasi) di banyak grup kalau Pasar Mardika sudah tutup,” tulis dia, keheranan.
“Yang dekat pasar, silakan bikin video siarang langsung kalau aktivitas di pasar lancar seperti biasa,”seru Ari.
“Tadi sebelum ke kantor, saya mampir di pasar (mardika). Aman terkendali. Aktivitas seperti biasa,”jawab Ernawati, yang mengaskan informasi tersebut tidak benar.
Hoaks seputar konflik Kariu dan Ori menyebar cepat di semua platform media sosial. Dalam bentuk narasi, foto maupun video. Jumlahnya sekitar puluhan.
Tapi ada tiga hoaks yang dinilai cukup meresahkan dan memantik amarah kedua belah pihak, yaitu foto Kapolsek Subhan Amin ditengah massa yang melakukan pembakaran rumah warga sehingga dituding memihak, dan swiping KTP oleh warga Hualoy di Seram Bagian Barat untuk mencari warga Pelauw, dan konflik agama.
Informasi yang saya himpun, hoaks mengenai Kapolsek Haruku memihak setelah fotonya beredar di media sosial. Pengguna media sosial terbelah.
Ada yang menghardik Kapolsek. Tapi ada pula masih menyangsikan kebenaran informasi tersebut. Pada 31 Januari, Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat mengklarifikasi, bahwa saat itu Kapolsek berada di lokasi kejadian untuk menghalau massa, bukan membantu salah satu pihak.
Sementara hoaks swiping KTP oleh warga Hualoy di Seram Bagian Barat beredar dalam bentuk video. Dibagikan oleh akun facebook Ninik Waelissa, 26 Januari 2022.
Ninik mengatakan, masyarakat Desa Hualoy saat itu melakukan swiping KTP terhadap warga-warga yang melintasi desa tersebut, untuk membantu saudara mereka (Kariu) yang terlibat bentrok dengan warga Desa Ori dan Pelauw.
Informasi yang saya peroleh setelah melakukan penelusuran singkat di facebook dan grup WA, video tersebut merupakan protes warga terhadap pemerintah desa setempat. Tapi masyarakat sempat mempercayai informasi ini, hingga kemudian Ninik ditangkap Polres Maluku Tengah dan disuruh membuat video klarifikasi.
Hoaks terakhir yang cukup meresahkan masyarakat adalah isu‘konflik agama’. Tidak lewat foto, video, atau narasi. Hanya dari mulut ke mulut.
Meski begitu, sangat meresahkan bahkan sebagian orang tua meminta anak mereka yang kuliah di Ambon segera pulang kampung untuk sementara waktu. Padahal, diketahui bentrokan antara warga dua desa bertetangga itu karena dipicu sengketa lahan.
Mengapa Orang Mudah Menyebarkan Hoaks?
Saat ini semua orang bisa memberikan informasi dengan mudah dan cepat. Informasi yang tersebar seringkali berisi hal yang tidak benar, tidak valid dan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Akibatnya, banyak menimbulkan perdebatan dan perselisihan pendapat di antara pembaca.
“Jika tidak ada kehati-hatian, netizen mudah termakan tipuan hoaks, bahkan ikut menyebarkan informasi palsu itu. Hal ini sangat merugikan bagi pihak korban fitnah maupun dirinya sendiri,”kata Rusda Leikawa, Koordintor Mafindo Maluku, Senin (30/5).
Penyebaran hoaks semakin marak dan sulit dikendalilkan. Apalagi di era digital sekarang ini yang membawa pengaruh besar terhadap penyebaran informasi.
Data bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Mafindo Pusat yang dipublikasikan Januari 2022, dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2020-2021) setidaknya tercatat 2.289 hoaks di Indonesia. Sebanyak 65 persen beredar di facebook, WA 14 persen, Twitter 10 persen, campuran 5 persen serta lain-lain 3 persen.
Menurut Rusda, orang yang sengaja menyebarkan hoaks karena beberapa tujuan atau motif. “Antara lain, ingin menjadi paling update, ingin memprovokasi, terlalu cemas, bergantung dengan gawai, iseng, keuntungan politik, dan keuntungan ekonomi,”beber Ketua Wanita Penulis Indonesia (WPI)Amboina itu.
Pelaku penyebar berita bohong beranggapan itu merupakan hal biasa. Tapi, mereka tidak tahu berbagai hal negatif yang dapat ditimbulkan dari penyebaran berita hoaks, mulai dari ribut di media sosial, di dunia nyata, pencemaran nama baik, perang saudara, hingga pembunuhan.
“Hoaks terkait konflik Ori dan Kariu kala itu, kalau tidak cepat diredam dan diklarifikasi, kemungkinan besar menimbulkan konflik lanjutan. Sebab orang mulai terhasut, terutama di media sosial,”kata Ketua AJI Ambon, Tajudin Buano yang saat itu menyebarkan seruan jurnalisme damai.
Berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk memverifikasi hoaks.
Hati-hati dengan judul provokatif : Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.
Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya kita mencari referensi berupa berita sama dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebagai pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
Cermati Alamat Situs : Untuk informasi yang diperoleh dari media online atau mencantumkan link, cermatilah alamat situs yang dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi-misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Periksa Faktanya : Sebelum menyebarkan informasi atau berita, terlebih dahulu kita menelusuri faktanya. Setelah itu perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi atau tidak. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Cek Keaslian Foto : Foto atau gambar dapat dimanipulasi atau diedit sedemikian rupa untuk mengarahkan persepsi pembaca sesuai yang diinginkan oleh pembuat hoaks. Untuk memeriksa keaslian sebuah foto atau gambar yang beredar di internet, warganet dapat menggunakan teknik reverse image search google atau penelusuran gambar terbalik. Teknik ini dapat dilakukan dengan menelusuri foto atau gambar menggunakan mesin pencari seperti Google, TinEye, Yandex, dan Bing.
Ikuti serta dalam Group Anti Hoaks : Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoaks. Misalnya, Mafindo, ada aplikasi chatbot whatsapp MAFINDO, ada juga media Instagram Mafindo yang dipakai untuk menelusuri kebenaran dari media yang di publikasikan untuk menangkal berita hoaks.
Penulis : Soleman Pelu (JW Ambon/ Relawan Mafindo Maluku)
Komentar Terbaru