Indonesia adalah negara kepulauan yang terluas di muka bumi. Jumlah pulaunya lebih dari 17.000, etnisitas, sub-kultur, dan ratusan bahasa lokal. Bahkan di Papua saja misalnya, tidak kurang dari 252 suku dengan bahasa khasnya masing-masing. Saat proklamasi, jumlah penduduk Indonesia adalah sekitar 70 juta; sekarang di awal abad ke-21 sudah menjadi sekitar 250 juta, membengkak lebih tiga kali lipat sejak 1945, telah muncul sebagai bangsa terbesar keempat di dunia sesudah Cina, India, dan Amerika Serikat.Dengan masyarakat yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan budaya yang berbeda, masyarakat Indonesia dapat saling menghargai dan toleransi antar perbedaan yang ada. Oleh karena itu perlu menganalisis terjadinya politik identitas di Indonesia.
Politik identitas adalah alat politik yang dipraktikkan demi tujuan tertentu oleh sebuah kelompok. Biasanya identitas tersebut mengacu pada kegiatannya yang memanfaatkan ciri khas suku, budaya, agama, etnis, dan kesamaan-kesamaan lainnya. Di Indonesia, politik identitas seringkali muncul jelang perhelatan pemilihan umum (Pemilu). Isu etnis dan agama adalah dua hal yang selalu masuk dalam agenda politik identitas para elit di Indonesia, terutama kondisi masyarakat Indonesia di mana suasana primordialisme dan sektarianisme masih cukup kuat sehingga sangat mudah untuk memenangkan simpati publik, memicu kemarahan dan sentimen massa dengan menyebarkan isu-isu etnis, agama dan kelompok tertentu2.
Politik identitas ini bisa berdampak positif ketika digunakan untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas atau marginal. Namun, jika digunakan secara ekstrem, politik identitas bisa memicu konflik antar kelompok dalam masyarakat². Sejarah politik identitas di Indonesia juga sangat panjang dan kompleks, mulai dari gerakan-gerakan berbasis agama dan etnis pada era 1950-an, hingga penggunaan simbol-simbol keagamaan oleh partai-partai politik pada masa reformasi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud Md, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Keputusan ini diumumkan oleh anggota KPU, Idham Holik, pada Senin, 13 November 2023. Pasangan Anies-Muhaimin diusulkan oleh Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera, dan telah dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon presiden dan wakil presiden. Penetapan ini diatur dalam Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023.
Setelah di putuskan Capres dan Cawapres 2024 oleh KPU, terdapat banyak sekali isu, berita, dan dan hoaks mengenai Politik identitas yang dilakukan Capres maupun cawapres yang ada di Indonesia, beberapa isu masa lalu mengenai politik Identitas selalu di Publish atau dimunculkan kembali di hadapan Publik, dari setiap lawan Capres Maupun Cawapres. Hal – hal inilah yang dapat berdampak buruk bagi Capres maupun Cawapres dan bahkan Masyarakat sipil yang tidak bersalah.
Beberapa berita atau isu masa lalu maupun masa kini yang muncul mengenai politik Identitas dari setiap Capres Maupun Cawapres 2024 diantaranya adalah :
1. Isu / berita dari Capres Anies Baswedan No. urut 1, Dimana pada tanggal 31 Januari 2024 Surat Pernyataan Sikap dan Fatwa Multaqo ulama dan toko Masyarakat Jawa Barat. dimana dalam surat Pernyataan tersebut pada Poin 3 berbunyi : ” Menetapkan Fatwa berdasarkan kaidah Syar’iah bhawa memilih pasangan anies baswedan dan Muhaimin iskandar bagi umat islam Hukumnya adalah : WAJIB.
2. Isu / berita dari Capres Prabowo Subianto No. urut 2, dimana pada tanggal 07 april 2019 Bapak prabowo terdapat sebuah indikasi Menggunakan politik identitas, meskipun tidak secara langsung disebutkan bahwa Prabowo secara eksplisit melakukan politik identitas agama, namun ada indikasi bahwa kampanye akbar tersebut cenderung menarik basis massa dari kelompok agama tertentu, yang sesuai dengan definisi politik identitas agama.
3.Isu / berita dari Capres – Cawapres No. urut 3, dimana pada tanggal 11 September 2023 “Senjata makan tuan, selama ini narasi politik identitas selalu digaungkan oleh PDIP untuk menyerang PKS dan Anies. Dan akhirnya PDIP juga terjebak dengan politik identitas.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penampilan Ganjar Pranowo dalam tayangan azan di TV swasta disoroti oleh PKS sebagai suatu permainan politik identitas, yang juga dianggap sebagai kritik balik terhadap PDIP yang sebelumnya menggaungkan politik identitas untuk menyerang partai lain.
Dari uraian permasalahan dan politik identitas yang dilakukan di atas terdapat sebuah dampak yang dimana melanggar peraturan undang – undang, Menurut Anggota Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) RI Idham Holik ia menyebut, penggunaan politik identitas telah dilarang dalam pasal 280 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaran pemilu. disitu diatur tentang pelaksanaan kampanye yang tak boleh menggunakan Pendekatan suku, agama, ras, dan antargolongan ( SARA ).
Dari tindakan Kampanye di atas membawa Politik identitas terdapat sebuah Survei. Menurut survei LSI ( Lembaga Survei Indonesia ) melansir hasil survei terbaru terkait Pilpres 2024, Sabtu (20/01/2024) menyatakan bahwa Prabowo-Gibran 47 persen, Anies-Muhaimin 23,2 persen, Ganjar-Mahfud 21,7 persen dan, 8 persen Belum menentukan pilihan. Dengan Margin of error survei diperkirakan plus minus 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Pada 10-11 Januari 2024 terhadap 1.206 responden yang dipilih secara acak melalui metode double sampling.
Dari pernyataan dan pembahasan di atas, saya sebagai seorang Mahasiswa dan juga masyarakat sangat menyayangkan atas kampanye Politik identitas ( Agama ) yang dilakukan. yang dimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara Demokrasi Pancasila Bukanlah negara Islam, Walaupun agama Islam adalah mayoritas di Indonesia Kita sebagai warga Negara apalagi perwakilan rakyat tidak boleh menyampingkan agama – agama yang lain di Indonesia
Dari permasalahan dan pernyataan di atas ada beberapa solusi yang dapat saya tuangkan, Menurut saya ketika kita sebagai warga negara yang baik dan cinta tanah air, kita akan memilih calon – calon pemimpin masa depan yang mempunyai tujuan untuk membangun Indonesia yang lebih maju di kanca Internasional, Kita akan memilih pemimpin yang bukan hanya pintar berbicara tanpa melakukan tindakan, kita akan memilih pemimpin yang tidak mengesampikan suku, ras dan agama, dan kita akan memilih pemimpin yang fokus terhadap visi dan misi tanpa menjatuhkan calon pemimpin lainnya.
Dalam menghadapi Pemilu 2024 di Indonesia, politik identitas, khususnya isu-isu agama dan etnis, memainkan peran yang signifikan dalam dinamika politik. Meskipun telah diatur secara tegas oleh undang-undang bahwa penggunaan politik identitas dilarang, namun kenyataannya masih terjadi pelanggaran yang berdampak pada polarisasi dan ketegangan dalam masyarakat. Hasil survei sementara menunjukkan perbedaan dukungan antara pasangan calon, di mana politik identitas dapat memengaruhi persepsi publik. Dalam konteks ini, sebagai masyarakat Indonesia, penting bagi kita untuk mengutamakan pemilihan pemimpin yang mementingkan kesatuan, toleransi, dan kemajuan tanpa memandang suku, agama, atau etnis, serta mendukung penegakan hukum terhadap pelanggaran politik identitas untuk menjaga integritas demokrasi Indonesia.
“PEMIMPIN ADALAH SEORANG YANG MEMIMPIN BUKAN DIPIMPIN”
RAHMAN RAMLI
Komentar Terbaru