082311771819 yppm.maluku@gmail.com

AMBON, JW.—Bagi Amina, perempuan berusia 53 tahun asal Batu Pagar, Dusun Taeno, Desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon hidup berarti bekerja keras untuk kehidupan anak dan cucunya. Suaminya meninggal pada 17 April 2020 karena kecelakaan lalu lintas. Sejak itu, ia menjadi tulang punggung keluarganya.

Amina tinggal dengan anaknya Karmila yang berumur 27 tahun, cucunya Salsabila berumur 8 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah. Serta cucunya yang lain, Safril yang rencanaya tahun ini masuk sekolah karena sudah berusia 6 tahun.

Selain itu, ada keponakan yang tinggal bersama mereka yaitu bernama Sugeng berusia 23 tahun kuliah di Universitas Pattimura Ambon, Putri berumur 21 tahun kuliah di Universitas Pattimura Ambon, serta Anas yang masih duduk di bangku SMA.

Tiga keponakannya ini tinggal bersama ibu Amina untuk menyelesaikan kuliah dan sekolah mereka disini, memang Amina tidak membayar uang kuliah dan sekolah mereka, namun untuk makan sehari-hari Amina harus bertanggunga jawab atas mereka.

Artinya, Amina harus menjadi kepala keluarga bagi 6 orang yang tinggal bersamanya.

“Saya harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga saya,”ucap dia, pertengan Juni lalu.

Amina bercerita, anaknya yang bernama Karmila juga sudah berpisah dengan suaminya 2 tahun yang lalu setelah ayahnya meninggal dunia. Akibat keadaan ini Amina harus bekerja keras untuk bertahan hidup.

Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari Amina dan anaknya berjualan di Pujasera Universitas Pattimura Ambon. Namun, pada saat pandemi Covid 19 menjadi pukulan terbesar karena kehilangan suami dan pendapatnya menurun.

Sebelum pandemi Covid-19, Amina bisa memperoleh pendapatan sebesar Rp1 juta perhari, namun terjadi pandemi pendapatan menjadi Rp. 200 ribu – 300 ribu perhari.

“Biasanya nasi dijual 2 kg saja tidak habis. Kadang saat melonjaknya Covid-19 harus berhenti berjualan sampai 2 minggu,” kata Amina menceritakan kondisinya saat Covid-19 masih tinggi.

Namun, setelah Covid-19 berkurang, ada kelegaan dalam hatinya. Kini nasi yang dimasak 2 kg habis dijual, begitupun gorengan. Sehingga pendapatannya naik sedikit menjadi Rp400 ribu per hari. Selain itu Amina harus juga menyisihkan pendapatannya untuk membayar sewa tempat sebesar Rp750 ribu perbulan agar dapat berjualan.

Setip pagi, pukul 03.30 WIT, Amina mulai bangun melakukan kegiatannya mempersiapkan bahan-bahan dagangannya mulai dari memasak nasi, menyiapkan lauk pauk seperti ikan, ayam, sayuran dan barang-barang yang akan dibawa ke tempat jualan. Selesai itu Amina berangkat pukul 06.00 WIT dengan ojek ke Pujaserah Unpatti.

Tidak ada angkutan mobil, hanya jalan setapak yang muat untuk satu motor. Jalan itu dibuat hasil dari swadaya masyarakat yang tinggal di sana. Karmila, anak ibu Amina akan ikut ke pujasera untuk membantu berjualan setelah selesai mengantarkan anaknya Salsabila kesekolah.

Sesampai di tempat jualannya, Amina merapikan dan menyiapkan bahan-bahan jualannya ketempatnya dambil menunggu Karmila datang, setelah Karmila datang Amina masih harus ke pasar untuk membeli mentimun, kemangi, kol, tahu, tempe, pisang, gula, minyak kelapa, kopi untuk jualannya. Setelah kembali dari pasar Amina mulai menggoreng bahan yang dibantu juga oleh Karmila sambil menunggu pelanggan yang datang.

Jika sudah pukul 15.30 WIT Amina mulai merapikan tempat jualannya umtuk kembali pulang. Pukul 17.30 WIT Amina dan cucunya sampai di rumah.

Namun, Karmila belum langsung pulang ia harus ke pasar untuk membeli bahan yang akan dimasak besok nanti, walaupun jarak yang agak jauh sekitar 3 km dari rumah ke tempat jualannya, Amina tetap bersemangat untuk mencari nafkah bagi keluarganya.(*)

 

Penulis : Nurmawati (JW Ambon)