082311771819 yppm.maluku@gmail.com

Suasana mencekam sempat mewarnai kawasan Hitu-Hunuth, Selasa (19/8/2025), setelah perkelahian antar warga berujung aksi balasan yang disertai pembakaran. Hal itu menimbulkan banyak pengguna media sosial tidak bijak dalam pengunaanya.

Kehadiran media sosial di tengah kemajuan teknologi komunikasi membuat banyak orang tidak bisa lepas darinya, dengan segala kemudahan yang didapatkan. Tapi dari hal tersebut, tentunya juga harus diiringi dengan sikap dan perilaku bijak dalam menggunakan media sosial.Penyebaran informasi hoax menimbulkan keresahan. Untuk itu masyarakat perlu diingatkan agar memanfaatkan media sosial secara positif dan jangan mudah termakan isu tidak benar. “Komunikasi di era digital sekarang, prosesnya cepat dan mudah, jadi sebagai pengguna kita harus bijak bermedia sosial, jangan sampai menyebabkan pengaruh buruk terhadap pribadi kita hingga organisasi,” katanya.

Jarimu, Harimaumu

Pernahkah Anda menemui status seorang teman di Facebook yang berisi curhatan atau keluh kesah? Atau yang lebih parah lagi, status seseorang yang berisi sumpah serapah dan hujatan kasar.

Mengapa seseorang lebih mudah mengekspresikan perasaannya lewat media sosial? Bahkan orang yang bersifat pendiam di dunia nyata bisa menjadi pribadi yang bertolak belakang di media sosial. Hal ini disinyalir karena sifat online dari dunia maya yang tidak mengharuskan penggunanya bertatap muka, sehingga pengguna media sosial lebih berani untuk berbicara atau berkomentar. Karena keleluasaan yang ditawarkan, membuat pengguna media sosial sering melupakan etika komunikasi, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat berkembang ke arah katagori kejahatan.

Sama halnya dengan komunikasi di ranah publik dunia nyata, pada media sosial pun riskan menimbulkan konflik. Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dibuat untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan penyebaran informasi transaksi elektronik. UU ITE sebagai payung hukum bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berbicara di dunia maya.

Kata-kata yang dituliskan lewat jemari kita, sesungguhnya merupakan cerminan dari kepribadian kita. Jangan sampai status atau komentar yang kita unggah di media sosial justru menebarkan kebencian, menyinggung orang lain, bahkan menjerat kita ke dalam kasus hukum.

Kordinator  Milenial Inklusif Maluku,  Soleman Pelu mengimbau media sosial dimanfaatkan untuk hal-hal yang sifatnya sinergis dan edukatif. Bukan menyebarkan informasi yang sifatnya hoax atau provokasi.

“Hoax sudah menyebar dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Jangan saling memecah belah,” katanya,

Menurutnya, gerakan ini lebih banyak gerakan moral untuk menyadarkan masyarakat tentang bagaimana Medsos digunakan secara positif. Kedua mengajarkan dan mengajak masyarakat untuk memahami bahaya penyebaran hoax dari sisi hukum, agama, kesusilaan, dan kesopanan.

“Kita juga mensinergikan kekuatan  dari berbagai elemenn masyarakat, daerah untuk bersama-sama menjadi pendorong aksi damai dan sebagai duta anti hoax,” tuturnya.

“Di Indonesia sudah ada KUHP tentang fitnah dan hasut, serta UU ITE Pasal 28 tentang penyebar berita bohong yang menyesatkan,” imbuhnya.

Soleman juga mendorong pemerintah yang berani menekan penyedia media sosial seperti facebook, google, twitter, instagram untuk serius menangani konten menyesatkan. Dia juga berharap pihak terkait seperti Kominfo ada edukasi untuk memasukkan konten-konten bermedsos secara positif dan menghindari hoax melalui kurikulum pendidikan. Kedua kementerian itu dipilih karena memiliki jaringan ke sekolah dan madrasah, dan mungkin jaringan ke pendakwah besar.

“Gerakan kami lebih banyak literasi, membaca, dan menulis di medsos supaya masyarakat tidak main share, tanpa tahu berita itu benar atau tidak, tapi bisa memilah mana berita benar, mana yang tidak,” tandasnya. Biarkan kasus ini ditangani oleh pihak yang berwajib dalam hal ini pemerintah dan aparat kepolisian.

Oleh : Soleman Pelu (Koordinator Milenial Inklusif Maluku)